English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Rabu, 09 Maret 2011

DAMAI ITU........

Damai, mungkin ciptaan Tuhan yang belum selesai yang disediakan untuk menjadi kehormatan bagi manusia agar diselesaikannya. Karena Tuhan sudah menyempurnakan manusia dengan nafsu dan nalar yang di tengahnya di letakkan sebuah hati sang pengendali.


Damai itu, mungkin tidak mampu menyelesaikan apa-apa karena memang harus diselesaikan dulu baru menjadi apa-apa, itulah bangunan budaya peradaban kehidupan, ketika konstelasi antarmasa itu hidup tidak hanya membayang.



Damai itu bukan berarti tanpa keriuhan, tanpa keributan, ngga ada keribetan, ataupun tidak perlu usaha dan kerja keras yang keras bekerja, melainkan dia akan mendekam di dalam hati yang akan tumbuh dan berkembang dan menular ketika dia ke luar berputar-putar.



Damai tak bisa hidup sendiri karena semua yang didunia itu berpasangan saling menyempurnakan, Damai yang selalu membutuhkan keadilan, keadilan yang memberikan kedamaian, seperti ikan dengan air, pohon dengan cahaya. Jangan pernah memisahkan keduanya, itu adalah kebodohan.



Ketika damai dan adil berpelukan, maka lahirlah cinta. Cinta yang tumbuh menjadi hormat, itulah medium yang akan menjadi sebuah tempat berkembangnya para subyek menjadi sebagaimana adanya subyek masing-masing. Maka saling menjadi mesin hidupnya.

Mahluk Special Edition

Walaupun bukan lulusan master ataupun doktor dari universitas yang dibilang “world rank”, setiap kita pasti mengerti bahwa apabila sebuah produk dicap “Special Edition”, maka sudah pasti harganya juga akan spesial. Bukan hanya harga, mungkin bisa dikatakan hampir semua bagian dari produk ini akan juga jadi spesial. Bisa jadi spesial warnanya, spesial bentuknya, spesial spesial lain lainnya. Biasanya produk semacam ini dibuat dengan tujuan promosi dan mendongkrak penjualan. Atau bisa jadi diproduksi khusus dengan alasan ini dan itu, namun tetap saja bila dijual, akhirnya menjadi produk komersil, yang tak lepas dari alasan asalasan komersil pula.



Produksi secara masif menghasilkan barang barang yang sama, bentuknya, sama warnanya walau terkadang terdapat pilihan, sama isi dan kulit luarnya, gaya potongannya dan lain lain hal yang sama dari barang yang diproduksi secara masal ini. Beda halnya dengan produk special edition. Tipikal produk ini tidaklah diproduksi secara masal, mungkin tidak pula dengan mesin-mesin yang telah terformat dan berbaris rapih. Produk special edition lebih banyak tersentuh oleh artis-artis yang berspesialisasi dalam fitur-fitur tertentu hingga bagian terkecil dari produk ini. Para artis ini yang membuat perbedaan antara produk biasa dan produk special edition. Hingga akhirnya harga pun membedakan antara hasil dua jenis produksi ini.



Tentunya sudah menjadi kesepahaman umum, bahwa produk special edition akan selalu lebih mahal dari produk biasa. Hal ini disebabkan baik karena factor biaya produksi maupun dari sudut nilai estetikanya.

Bila manusia dengan prinsip ekonominya membuat mobil-mobil secara massif dengan kebanyakan bentuk yang sama. Maka lain halnya dengan Sang Pencipta Manusia. Sang Pencipta menciptakan mahlukNya dengan perbedaan perbedaan khusus pada masing masing ciptaanNya. bahkan mereka yang terlahir dalam keadaan kembar pun selalu memiliki perbedaan, baik itu kecil maupun besar, baik dari segi fisik, intelejensi maupun mentalitas. Manusia yang special edition terkadang tak sadar akan ke”spesialannya”, bahkan lebih banyak menggerutu tentang ke”sialannya”. Tak sadar bahwa diri kita diciptakan dengan konsep yang mahal, unik dan selalu dari masing masing kita memiliki unsure-unsur yang pribadi lainnya tidak miliki.



Layaknya produk special edition yang senantiasa memuaskan pemiliknya, begitu pula seharusnya manusia menjadi. Bukanlah tempatnya dunia ini, bagi makhluk yang spesial untuk menggerutu dan berkeluh kesah. Bagi mahluk spesial ini, mimpi mimpi tentang kebahagiaan adalah program kerja yang merupakan amanah yang diemban sebagai bagian dari definisi spesialnya. Mengabdi, berkerja dan memberikan hasil yang terbaik, yang juga dengan hati dan pikiran yang spesial, tata kerja yang spesial dan juga bentuk kontribusi yang spesial. Karena kita adalah mahluk special edition.

POLWAN MUSEUM POLRI, POLWAN GANJEN TUKANG BERGUNJING

Baru aja berniat membersihkan kepala dari kata-kata makian yang ditujukan buat para Polisi..eh...dah ada lagi pemicu yang bikin aku naik darah.

Kejadiannya baru aja terjadi...



Gini lho...tau kan kalau tadi aku menghabiskan setengah hariku di Museum Polri, niatnya perasaan baik lho, selain cari data untuk ngelengkapin tulisanku, aku juga ingin "mendekati" mereka secara personal, mungkin selama ini aku benci karena aku tidak "kenal".



Saya anteng-anteng aja di perpustakaan yang bukunya gak lengkap-lengkap amat, nyantai juga ngobrol sama ibu polwan yang jadi pustakawati disana, setelah dapet beberapa bahan yang aku cari, sambil nunggu mas Anton yang lagi jum'atan, aku keliling-keliling di Museum-nya, geli ngeliat foto-foto kuno para Mantan Kapolri kita, dengan kumis-kumis yang aduhai gedenya, dan slogan-slogan mereka yang bombastis...he he he he.. aku bilang bombastis karena dari dulu sampai sekarang kualitas Kepolisian kita gitu-gitu aja. Gak jauh-jauh dari DUIT.



Kelar muter-muter, saya jelas laper dan haus, apalagi berlama-lama di perpustakaan yang -entah gak ber-AC atau AC-nya mati-puanassss poool pasti bikin banyak berkeringat, dan karena saya gak mau dehidrasi saya langsung melesat secepat kilat ke kantin Museum.. Errrr.....jus jambu kayaknya enak niiih... Gleksz.



Setelah basah tenggorokan..atau...kerongkongan ya?...whatever lah.. aku duduk manis nunggu mas Anton jemput, sambil kembali buka-buka situs jejaring sosial,yaaaah...barangkali ada penggemar yang harus aku balas sapaannya getoooh...secara aku kan gak mau dibilang sombong.

Di meja depanku ada 3 polwan muda yang sedang ngobrol setelah makan siang, dan seperti layaknya cewek-cewek muda..eh..polwan juga cewek kan? mereka sibuk tebar pesona ke polisi-polisi (yang ini jelas cowok) muda yang duduk di meja sebelah aku, dengan tawa genit, cekikikan, suara dibikin sok imut..dan mata yang dibikin "sok genit" mereka sibuk "beraksi", walaupun kayaknya polisi cowoknya cuek aja tuh...gyahahahahahahha...(kasian deh lw Polwan....!!!!)





Eng...ing...eng....this is the moment everyone...

hold your breath....





Tiba-tiba pembicaraan terhenti, tatapan 3 pasang mata (dari tiga orang Polwan tentu saja) terarah pada satu titik di halaman kantin museum..... Sesosok laki-laki dengan jaket kulit hitam, motor Ninja biru 250 cc...dan ini percakapan mereka :



Polwan A : Wow..ada cowok ih....

Polwan B : Motornya keren...coba kita liat...orangnya keren nggak yaa?

Polwan C : Bentar lagi juga dia buka helm-nya..



Polwan B : Wakakakkakak...buka helm-nya lama banget,jangan-jangan dia mukanya rata.

Polwan A : Paling kayak Sule..

Polwan B : huwahahahahahahhaha...

polwan C : mukanya pasti jerawatan..

Polwan B : brewokan...

Polwan A : bauuu

Polwan B : huwahahahahahahaha

polwan C : Tuh orangnya buka helm



AKU : HEY ...POLWAN-POLWAN GATEL...!!!! YANG LW OMONGIN DAN LW KETAWAIN ITU LAKI GW....!

DASAR POLWAN ANJING TUKANG RUMPI...! PEREMPUAN GOBLOK GAK BERGUNA..! DAN KALAU KALIAN GAK TERIMA GW KATAIN ANJING..TUNTUT GW....!!!!

Huuuh...pengen rasanya ngegamparin cewek-cewek tolol itu...







*silent moment*



Seluruh kantin mendadak sunyi...bahkan bunyi jarum jatuhpun pasti terdengar....

Semua yang makan siang di Kantin itu polisi,tua-muda,laki perempuan...semua diam..



Jelas aku marah..enak aja ngetawain laki gw...aku lagi jatuh cinta tigaperempat modyaaar sama dia, memujanya di setiap helaan nafas, mencintainya sampai ke setiap sumsum tulangku, mendo'akannya di setiap denyut jantungku.....

Tiba-tiba aku denger dia dirumpiin polwan-polwan goblok... TIDAK BISAAAAAAAA.... (Sule Mode "ON*)



Lalu....segelas juice jambu tidak lagi mampu mendinginkan tubuhku, karena hatiku terbakar....

Grrrrrhhhhhhh.....



Jadi..buat para pembaca yang terhormat yang sengaja atau tidak , suka dan hobby ngerumpiin atau ngomongin orang (yang tentu saja dianggap gak akan denger rumpian kalian), berhati-hati...karena mungkin aja orang yang menyayangi dan memiliki hati orang itu ada deket kalian.... jangan seperti polwan-polwan itu...wooof....wooof....

Barisan Jagal (yang katanya) Utusan Tuhan

Barang siapa melihat kemunkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka ubahlah (ingkari) dengan hatinya dan itulah selemah-lemah iman (HR Muslim).



Seyakinnya, buat yang ngaku sebagai seorang Muslim, aku ngerasa bahwa kita semua pasti pernah denger atau baca kalo di dunia ini ada hadist yang seperti di atas itu. Dan buat yang kebetulan bukan Muslim, untuk tambahan informasi dan pengetahuan, aku kasih tau kalo dalam Islam dikenal terdapat sabda Nabi yang seperti itu.



Konon, hadist di atas itu adalah hadist shahih, tidak seperti hadist-hadistannya Didit Komeng, temen nongkrongku dulu.



Jadi kisahnya, aku punya temen nongkrong yang namanya Didit Komeng. Dia hobi banget nagih traktiran kalo ada anak dikost-an yang lagi ulang tahun. Biasanya si Komeng itu selalu mengirim esemes kepada calon korbannya sebagai berikut: “Barang siapa yang sedang berulang tahun maka diwajibkan kepadanya untuk mentraktir teman-temannya (HR Buhsopo dan Bukan Muslim).” Lagi-lagi, untuk tambahan pengetahuan kepada pembaca, Bukhari dan Muslim adalah 2 orang lakon ngetop periwayat hadist dari Nabi yang terkenal kevalidannya. Sedangkan Buhsopo, dalam bahasa Jawa, bisa diartikan sebagai “entah siapa”. Akibat hobi ngawurnya itu, Komeng di kalangan anak-anak kost-ku dijuluki sebagai “The Prophet” alias sang nabi.





Kembali kepada hadist shahih di atas. Ceritanya sekarang ini aku lagi terganggu sama kata-kata “tangan” di hadist itu. Aku sendiri setelah melalui perenungan 7 hari 7 malam sambil tetap menyelesaikan buku “Catatan Hukum Karni Ilyas” akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa “tangan” yang dimaksud dalam hadist di atas pastinya bukan tangan yang sebenarnya. Tangan yang dimaksud adalah sebuah kiasan kontekstual yang dapat diartikan sebagai “tindakan”, seperti biasanya kalo aku lagi nggaya yang suka berujar, “Sini, biar kutangani aja. Dan meskipun aku sendiri sebenarnya sudah tidak layak untuk heran, aku tetap saja nekat memutuskan untuk heran ketika tahu bahwa di luar sana masih banyak pihak-pihak ekstrimis anarkhis yang menerjemahkan kata “tangan” itu sebagai tangan yang sebenarnya, yang merupakan bagian tubuh manusia.



Dengan penerjemahan versi mereka itu, mereka merasa bisa bebas berlagak menumpas segala bentuk kemaksiatan di muka bumi dengan brutal.Kalo ada yang mereka anggap "menistakan agama", kalo ada sekelompok pemuda yang kedapatan, misalnya, lagi mabuk-mabukan, main-main di tempat pelacuran, mereka merasa tangan mereka wajiblah digunakan untuk mengayunkan pentung kepada para terdakwa tersebut. Dalihnya biasanya, “Salahnya mereka. Sudah dinasehati masih aja ngeyel. Kalo nggak dihajar mereka nggak bakalan kapok.”



Huaduh, tobaaat…



Aku ngerasa miris. Apa nggak ada tindakan lain yang lebih bijaksana ketimbang dolanan stick baseball ala Jaian itu? Apa iya kalo ngeyel berarti pentung?



Selain aku curiga kalo mereka-mereka yang ekstrim nggak pernah tahu bahwa ada kata-kata “bagimu agamamu dan bagiku agamaku” dan “tidak ada paksaan dalam beragama”, aku juga merasa kalo tindakan barbar mereka itu cuma bakal membuat orang yang dipentungi semakin antipati terhadap ajaran Islam.



Okelah mereka yang maksiat itu pada kapok. Tapi kapok apa? Menurutku mereka cuma bakal kapok kalo ketemu kaum ekstrimis itu. Mereka memang iya bakal nyingkir…selama masih ada yang rela nggebukin mereka. Tapi begitu yang nggebukin sudah nggak ada bukan nggak mungkin mereka bakal kembali ke jalan awal mereka lagi, ya tho? Kasarannya, dalam waktu dekat mereka cuma bakal pindah tempat nongkrong yang jauh dari patroli para barbar itu dan kembali melanjutkan hobi mereka.



Aksi kekerasan cuma bakal mengundang kekerasan berikutnya, Bos. Yang aku tahu (dan juga orang lain pada umumnya), aku sendiri kalo disikat duluan sama orang pasti bakal spontan berusaha membalas. Tidak cukup dengan tindakan setimpal, kalo aku dipukul, selain balas memukul, aku bakal menambahkan bonus tendangan, sikutan, cakaran, cekikan, dan bantingan kepada manusia yang nekat nyari gara-gara sama aku itu (dengan catatan kalo musuhku tidak memiliki postur yang jauh lebih besar daripada aku. Kalo lebih besar, ya aku lebih memilih untuk kabur dan kemudian merencanakan suatu pembalasan dengan karakter coming from behind . Jacky Chen mode "ON".



Aku juga khawatir kalo aksi brutal tersebut pada akhirnya menimbulkan efek ketergantungan. Niatan awal untuk memberantas maksiat perlahan-lahan berubah menjadi suatu ketagihan. Misalnya aja ada seorang oknum kaum ekstrimis yang setiap Sabtu malam terbiasa beraksi sebagai seorang dark-knight. Suatu Jumat boleh jadi dalam hatinya dia berpikir, “Siapa lagi ya yang besok harus kugebukin?”. Artinya, di alam bawah sadarnya dia berharap kalo besok Sabtu dia harus kembali makan korban, dan bukannya berharap semoga tidak ada lagi yang melakukan hal maksiat yang menyebabkan dia harus mengayunkan stick baseball-nya. Parah…



Dialog persuasif kupikir bakal lebih efektif. Kalo misalnya pada saat itu yang dinasehatin lagi ngeyel, bukan berarti saat itu juga dia harus dibantai di tempat. Nabi sendiri tidak lantas memenggal Ikrimah bin Abu Jahal di medan perang, kan? Justru karena kesabaran Nabi pada akhirnya Ikrimah rela mengikuti Nabi, setidaknya itu yang aku tahu.



Nasehat pelan-pelan bakal lebih berguna dan membekas, Bos... Bukannya kelembutan melahirkan kerelaan, dan kekerasan melahirkan keterpaksaan? Apa gunanya aku bisa mendapatkan tubuhnya Antonio Banderas via kekerasan tapi tidak bisa mendapatkan hatinya? Kalo memeluk suatu agama aja tidak boleh berlandaskan paksaan, tentunya menjalankan ajaran agamanya adalah suatu hal yang lebih tidak boleh dipaksa, kan?



Analoginya, ketika main video-game kita tidak dipaksa untuk memilih judul video game apa yang harus kita mainkan. Ketika memilih judulnya aja nggak dipaksa, apa bisa dibenarkan ketika kemudian ada paksaan untuk menamatkan isi video-game itu? Kalo yang level 1 aja tidak harus diselesaikan, lebih-lebih yang level 2-nya, tho?



Aku mengartikan “tangan” itu sebagai “tindakan”. Dan tindakan itu bisa diaksikan dengan cara yang putih, bisa juga yang hitam, bisa juga antaranya, tergantung mana yang lebih efektif dan efisien. Tapi dalam konteks sekarang ini, menurut pertimbanganku berdasarkan faktor psikologis, tindakan ala barbar bukanlah sebuah solusi yang efektif untuk jangka panjang. Yang jelas, kata “tangan” tidaklah pernah kuartikan sebagai ketika aku melihat seseorang yang sedang mabuk-mabukan, tangan kananku harus kugunakan untuk merebut botol vodka dari tangan orang itu dan kemudian kugunakan untuk mementung kepalanya. Yeah, siapa tahu aja yang kutemui kebetulan sedang minum cognag, bukan vodka :)



Aku ingat sebuah cerita tentang seorang alim yang sedang jalan-jalan dengan santri-santrinya. Ketika sampai di pinggir kali, seorang santri melihat sebuah perahu yang sedang ditumpangi oleh segerombolan tukang maksiat. Demi melihat hal, si santri langsung berujar ke sang orang alim tersebut, “Bos, doamu, kan, mujarab. Mbok situ berdoa supaya perahu itu tenggelam. Jadinya biar para tukang maksiat itu mampus dan nggak bakalan bisa maksiat lagi di dunia.”



Tapi bukannya berdoa sesuai permohonan si santri, sang orang alim malah berdoa supaya semua orang yang ada di perahu besok pada masuk surga. Kontan si santri protes. “Bos, ente sarap, ya? Orang-orang model kayak mereka, kok, malah didoain pada masuk surga?” demo si santri.



“Ngene yo, Le… Kalo aku ndoain mereka masuk surga, ya itu berarti aku ndoain supaya mereka berubah jadi orang baik. Kowe lak yo wis ngerti, tho, syaratnya masuk surga itu apa?” jawab sang orang alim. Alhasil si santri cuma bisa mingkem.



Astaga, aku (pura-puranya) terharu. Aku sendiri belum bisa bertindak semulia itu. Tapi seandainya para kaum barbar yang mengaku berusaha menegakkan ajaran Tuhan di dunia itu bisa mengambil sedikit hikmah dari cerita di atas, aku yakin antipati dunia terhadap Islam yang dicap sebagai agama kekerasan bakal berkurang dan boleh jadi nggak bakal ada lagi karikatur bergambar Nabi Muhammad yang lagi nenteng-nenteng bom.



Masih ingat film “FITNA”nya Greet Wilder (salah nggak ya aku nulis namanya?)? . Setelah baca-baca literatur dari berbagai sumber, aku jadi tau kalo film itu – konon katanya – menggambarkan Islam sebagai agama yang penuh dengan kekerasan, penebar kebencian, pecinta darah dari berbagai golongan (entah itu golongan darah A, B, AB, atau juga O). Tentu saja hal macam gituan bikin panas orang-orang Islam. Yang agak pinter masih bisa bereaksi nenang-nenangin diri sambil berusaha cuek. Tapi yang goblok – dan ini celakanya. Masih banyak orang Islam yang goblok di Indonesia – langsung bereaksi spontan kepengen membalas perbuatan itu dengan cara seperti yang dituduhkan di film itu. Idiot!!!



Eee… “Fitna” itu adalah salah satu contoh dakwaan terhadap islam sebagai pelaku kekerasan, lha, kok sekarang malah pengen nunjukin kalo apa yang dituduhkan itu ternyata benar? Dasar bego! Orang itu otaknya di dengkul sebelah kiri atau sebelah kanan, ya?



Ini, kan, sama aja kayak kalo misalnya ada yang memaki aku, “Fan, kampret kowe! Jadi manusia, kok, bisanya cuma misuh aja? Mulut nggak ditata! Mau jadi apa kamu nanti ?!”



Maka aku pun menjawab, “Heh! Laknat kowe! Berani-beraninya kamu ngomong kayak gitu, dasar anak haram! Apa buktinya, babi?! Ngomong itu dipikir dulu, kadal bercula! Mbahmu salto, berani-beraninya bilang aku suka misuh. Dasar anak lonte, nenekmu perek, adikmu sundal, bapakmu germo! Anjing sampeyan! Biawak! Telek kecoak! Bunglon bunting! Muka kayak gorila beraninya nuduh aku yang bukan-bukan. Dasar kuda nil, monyet sinting, komodo, dinosaurus, masthodon, pterodactyl, triceratops, harimau sabretooth, tyranosaurus-rex!!!”



Lha, baca, nggak? Aku lagi dituduh suka misuh. Dan demi membela harga diri ternyata aku malah misuh. Justru menunjukkan sebuah kebenaran dari apa yang tadinya hendak kita sangkal. Apa nggak goblok kuadrat itu namanya? Untunglah aku nggak segoblok itu. Alhamdulillah…



Ada oknum ekstremis yang mau mencap aku sebagai manusia goblok? Silakan aja, aku sudah biasa.

Aku Kena Santet Sindroma Males Nge-Blog?????

Apa yang paling menarik dari ngeblog?



Buatku, itu bukan saat kita nulis, terus banyak yang urun komentar, yang isinya muji tulisan kita.



Bukan. Bukan itu. Sungguh mati!



Buatku, yang paling menarik dari ngeblog itu justru ketika menghadapi kenyataan bahwa aku dimaki-maki dan dihujat orang gara-gara tulisan yang kubuat.



Memutar otak dan memikirkan gimana caranya menyerang-balik komentar mereka itu benar-benar menarik. Memacu adrenalin. Merangsang otakku bekerja memikirkan “balasan yang setimpal” itu benar-benar menyenangkan. Masturbasi otak dan pikiran yang menyenangkan....Aku menikmati prosesnya .



Akhir-akhir ini, sejak beberapa bulan yang lalu, kayaknya aku terserang sindrom malas ngeblog. Aku jadi mulai malas nulis hal-hal yang kurasa remeh-temeh yang padahal dulu biasanya sering kutulis, semacam habis belanja buku apa, habis njajal tempat nongkrong baru di mana, habis mbaca tulisan orang lain di blognya terus kemudian ku-review, habis belajar hal baru yang macam bagaimana, atau juga habis gelap terbitlah terang.



Iya, aku lagi terserang sindrom kebosanan yang aneh. Aneh karena jaman dulu pas masih punya bayi kecil aku justru sering nulis. Tapi entah kenapa dan entah bagaimana prosesnya, akhir-akhir ini aku malah jadi malas habis-habisan, justru setelah aku jadi pengangguran. ..he he he...Jangankan nulis hal-hal yang waktu ngerancang kerangka tulisannya aja butuh pemikiran, wong nulis hal remeh kayak yang ta’contohkan di atas itu aja aku malasnya bukan main.



Ta’pikir-pikir mungkin ini gara-gara aku harus ngurus beberapa blog yang kubikin sendiri. Dulu aku bikin macam-macam blog niatnya di samping memang mencoba (sok) berbagi dan (sok) berbaik hati, aku kepengen dapat duit juga dari kegiatan ngeblog ini. Jadilah aku mulai bikin macam-macam blog, sampe akhirnya memutuskan hosting sendiri supaya pendapatanku lewat money-blogging jadi lebih optimal.



Tapi mungkin gara-gara frustasi gara-gara pendapatanku lewat blog nggak signifikan hasilnya, jauh dari yang kubayangkan, aku malah jadi malas. Niat awal yang kepengen menjadikan money-blogging cuma sebagai sebuah konsekuensi dari tujuan awalku ngeblog pelan-pelan malah merembet mengganggu tujuan awalku sendiri itu tadi.



Oke, kita bahas 1 demi 1:



Setelah karir awalku yang ngeblog di layanan gratisnya Wordpress yang sekedar untuk menyalurkan hasrat misuh-misuhku lewat tulisan, aku mulai tergoda untuk bermain-main dengan iklan semodel AdSense atau yang lainnya demi mengeruk kekayaan. Hasilnya aku kepikiran untuk bikin blog baru di Blogspot yang isinya mbagi-mbagiin kumpulan ebook-ebook yang kukumpulin sepanjang hidup (kebanyakan tentang sosial dan politik) untuk didonlot secara gratis.



Aku bikin akun di Blogspot karena di situ bisa masang Javascript, sedangkan di WordPress yang gratisan nggak bisa. Javascript itu yang nantinya bakal menampilkan iklan-iklan dari AdSense dan layanan iklan lainnya.



Tapi akhir-akhir ini aku mulai malas juga dengan prosesnya. Aku harus bikin skrinsyut ebook yang bakal kuposting via Photoshop yang lumayan makan waktu, ngaplot ebook-nya sendiri, baru kemudian skrinsyut dan ringkasannya itu kupajang di blogku. Rasanya, kok, ya malas banget menggadaikan waktu seperti itu. Kayaknya lebih baik menggadaikan BPKB sepeda motor di pegadaian, deh. Uangnya juga lebih cepet datangnya. Maka jadilah blog yang itu jarang diapdet.



Yang kedua, ngatur settingan di panel admin akun AdSense-ku sendiri juga bikin males. Aku harus bikin space iklan yang warnanya senada dengan tampilan blogku supaya iklan yang kutampilkan nanti warnanyanya nggak norak, amatiran, dan nabrak dengan warna dominan di blogku.



Itu baru 1 akun di AdSense, belum di layanan iklan yang lainnya

Maka gara-gara malas direpotkan dengan hal yang terakhir barusan, aku yang juga bikin back-up tulisan-tulisan lamaku di WordPress-ku yang dulu lalu kemudian kupajang di alamat blog baruku yang lain juga malah jadi malas ngurusin blog itu dan tampilan iklannya. Padahal dulu niatku bikin back-up tulisan lamaku itu adalah karena aku ngerasa sayang kalo tulisan lamaku yang masih rame dibaca orang itu nggak kepake buat menghasilkan duit.



Tulisan lamaku itu masih sering disasar orang via search engine. Jadinya aku sempat kepikiran, wah, kupindah aja, deh. Di WordPress gratisan, kan, nggak bisa masang Javascript. Kalo tulisanku itu kupindah di hostinganku sendiri, terus kupasangin iklan, terus orang pada mbaca di situ juga, siapa tau aja pendapatanku dari iklan juga lumayan.



Tapi ternyata aku masih sering keceplosan. Tiap kali bikin tulisan baru di blog ini yang isinya ada yang mengandung rujukan ke tulisanku di blog yang lama, aku malah membuat rujukan berupa hyperlink yang menuju ke tulisan di blogku yang lama juga, bukan di blog back-up-annya yang baru.Alhasil,blogku yang dibuat belakangan itu nggak pernah ditengok orang, rangkingnya di search engine nggak naik-naik gara-gara jarang sekali disambangi manusia. Ah... Jindal!



Aku juga sibuk ngadminin blog-nya Mas Anton dan Law Firm-nya, meskipun itu proyek joinan sama Mas Anton tercinta, lama-lama aku ngerasa kalo aku, kok, ya cuma kerja sosial tanpa dapat apa-apa. Jahat dan egois, ya? Makanya blog itu kupasangin AdSense buat ndongkrak semangatku supaya rajin ngurusin blog itu. Tapi, duh, Gusti, harus ngurusin script-script untuk AdSense-nya lagi-lagi membuatku kembali malas.



Terus, aku masih punya 1 blog lagi yang dulu niatnya buat majang tulisanku seputar cerita tentang wayang golek khas sunda. Tapi ternyata aku juga malas nulis cerita tentang wayang seperti yang dulu pernah ta’rencanakan. Ealah… Padahal dulu aku sempat punya tujuan (sok) mulia buat memasyarakatkan kembali cerita-cerita wayang ke anak muda-anak muda (Sunda) yang jaman sekarang ini justru buta pada kesenian dan falsafah warisan leluhurnya.



Blog itu sendiri akhirnya belum pernah kutulisi cerita apa-apa. Kosong. Aku sendiri rencananya baru mau ngadain soft opening kalo di blog itu sendiri sudah ada cerita wayangnya walau Cuma sebiji.



Ning yo meh piye meneh? Aku sendiri heran kenapa aku bisa malas banget sekarang ini; justru jarang nulis saat kerjaanku nggak banyak. Passion ngeblognya serasa sudah nggak ada gara-gara kebayang duluan sama capeknya. Padahal sebenarnya jauh di lubuk hati yang paling dalam aku sering banget kepengen nulis. Tiap nongkrong di toilet, di otakku sering tersusun kerangka-kerangka tulisan buat kutulis di blogku. Tapi entah kenapa ketika nantinya aku sudah duduk di depan komputer mendadak aku langsung jadi tiada gairah lagi.



Pembaca yang dirahmati Allah, apakah ada kemungkinan kalo aku ini kena santet, ya? Atauperlu di restart kali ya saraf2 di otak yg ngurusin mood ngeblog.....? Gyahahahhahaahahaha... *lebay.com* Jika iya, mohon doanya supaya aku cepat terbebas dari santet yang merubungku ini. Jikapun tidak, aku tetap minta doa supaya aku nggak kena santet dan semangatku bisa kembali seperti dulu. Mau ya? Ya? Ya? Ya? Iya, deh.

Smartphone For Stupid Users

Awalnya adalah ide untuk membuat segalanya jadi lebih praktis. Gimana caranya agar bermacam hal bisa dikerjakan dengan satu gadget saja? Gimana caranya supaya bisa internetan tanpa harus bawa desktop ke mana-mana? Untuk alasan-alasan inilah sejumlah orang pintar menciptakan smartphone alias telepon pintar.



Smartphone lalu menjadi kebutuhan primer banyak orang. Ada banyak alasan dan tujuan berbeda yang mendorong orang memiliki smartphone. Alasan paling umum adalah supaya bisa ngecek email dan internetan kapanpun. Ada juga yang menggunakannya untuk blogging, memotret dan bermain game.



Nggak dipungkiri, smartphone membuka komunikasi via berbagai saluran. HP pertama saya beberapa tahun lalu cuma bisa dipakai SMS-an dan bertelepon, fungsi-fungsi dasar dari sebuah ponsel. Sekarang? Kita bisa email, Skype-an, instant messenger dan twitter-an hanya dengan sebuah gadget saja. Semakin pintar telepon, semakin mudah kita terhubung dengan orang lain.



Maka lalu jadi aneh kalau smartphone malah membuat penggunanya lebih susah dihubungi. Entah karena ybs lebih suka dihubungi via YM dibanding telepon, atau orang lain yang bikin hal gampang jadi susah. Adanya fitur-fitur canggih di smartphone kan sesungguhnya hanya melengkapi saja & membuatnya lebih powerful tanpa menghilangkan fungsi dasar ponsel: telepon dan SMS. Masa iya bisa LUPA bahwa secanggih apapun, BB bisa dipake buat teleponan..



Fanny: Mbak****** kok belum datang? Di mana sekarang?

Teman: Nggak tahu, udah gw email, BBM, buzz di YM, Gtalk nggak nyautin

Fanny: Oh. Udah telepon?
Teman: Eh iya belum..

Mungkin hanya masalah perubahan kebiasaan, gampangnya akses ke internet membuat saya dan orang-orang di sekitar lebih suka berkomunikasi via saluran internet. Selain lebih murah, kadang memang lebih cepat direspon. Sampai batas-batas tertentu memang efektif dan efisien. Namun ada kalanya kita mesti balik ke komunikasi gaya jadul: SMS atau telepon. Misalnya: butuh ngomong untuk pengambilan keputusan cepat dan kebutuhan untuk diskusi yang intens. Or simply when we need to call someone who doesn’t own any smartphone.



Tapi ada satu alasan yang agak mengenaskan dan lucu dari seorang pemilik smartphone yang susah dikontak: nggak punya pulsa. Untuk urusan ini, saya no comment.



Teman galak: Lo kenapa sih susah banget dihubungi?

Pemilik smartphone: E sorry tadi BB gw sempet lowbat.

Teman galak: Terus kenapa nggak nelepon gw balik?!

Pemilik smartphone: Eeerr.. gw YM lo sih, nggak ada pulsa.

Teman galak: Apa? Belum beli pulsa juga? You know what, you’re not rich enough to own a BB tau nggak?

jadi inget omongan temen yang tajem juga.. dia bilang ke temen gue yang pake smartphone cuman buat gaya-gayaan, aslinya cuman di pake sms ma tlp doank.. giliran di tanya kalo buat BBM dia malah balik nanya.. lalu dengan lugas teman saya bilang ke orang itu “Smart Phone, Stupid User”



Saya pernah baca artikel kalo salah satu perusahaan telepon genggam di Inggris sedang memproduksi telepon genggam sederhana alias kembali ke fungsi asalnya, hanya bisa sms dan telpon. Jadi ga ada layar sentuh bahkan tidak ada layarnya sama sekali, hanya tombol2 angka dan microphone, dan untuk phonebook-nya disediakan pensil dan kertas di balik telpon tersebut untuk mencatat nomor2 telpon Di saat smartphone merajalela ternyata ada orang yg sudah “muak” alias “cape” dengan kekompleks-an yang ada, hehehe…



Jadi inget percakapan di salah satu film drama korea yang intinya

“orang yang menggunakan barang canggih/terbaru adalah seorang amatir”



Saya keselek.

Inilah Indonesia Saudara-saudara (part.2)

Masih lanjutan kejadian di hari Kamis kemarin....

Di ruang sidang sebelah dijadwalkan sidang pembacaan putusan untuk Ibu Arga, Bank Century..tau kaaaaann...? itu lho yang anaknya blogger juga seperti aku, dan tereak-tereak di blog dan twitter-nya sampai jadi trending topik.

Tapi bukan kasus itu yang mau aku bahas di tulisanku yang ini...



Karena kasus Bu Arga itu "kasus besar" ditangani oleh kantor hukum "besar", sidang itu di ekspose besar-besaran oleh media. Dan tau dong apa yang terjadi kalau seseorang tau dirinya (dan kawanannya tentunya) akan diekspos oleh media? Yupz...dandan super heboh...gyahahahhahaha....



Dan kumpulan pengacara dari kantor hukum "besar" dan katanya "hebat" itu dress up habis-habisan layaknya foto model yang dapet tugas negara buat megal megol di catwalk. :)



Diantara mereka ada yang memang dasarnya keren.. (maaf ya Sayang...but that's the truth), ada yang "sok" keren. dan ada juga yang pengen keren tapi malah tampil menggenaskan..he he he.



Aku, sebagai wanita dan manusia normal (eh..bener gak sih gw normal..?) tentu saja melirik dan mengagumi mahluk Tuhan yang keren (maaf lagi ya Sayang he he he).



Mari kita mulai laporan pandangan mata.. ( mataku tentu saja )



Ada seorang junior lawyer kayaknya...masih muda ,tampan, bajunya ok..rambut ok, wah pokoknya calon mantu idola para ibu deh...tapi OMG ( Oh My God doooong artinya) kaos kakinya bolong di bagian tumit, dan terlihat saat dia melangkah.. Hmmph.. not good...! .coret dari daftar most wanted



Ada lagi pengacara senior dengan dandangan supeeeerrrr heboh plus cincin dan gelang berlian segede Gaban di tangan...wakakakaakkakakak.... *bisa mancing kecemburuan sosial tuh Bos*



Dan ini....yang bikin aku gak nahan buat koment kenceng-kenceng...

Ada segerombolan pengacara dari kantor hukum tempat Bapak Pengacara Berlian, mereka masih muda-muda, sepertinya kalau dilihat dari dandanannya mereka dapet gaji yang "lumayan" besar untuk mensupport gaya berpakaian dan gadget-gadget yang ditentengnya.



Dan mereka semua merokok di ruang tunggu sidang, padahal disana sudah disediakan ruangan tertutup dari kaca yang disediakan khusus buat para perokok itu merokok. Jelas sekali tulisan di dinding luar ruang sidang itu "Dilarang Merokok".... Eh..mereka seenaknya saja merokok diluar ruang khusus buar merokok...



Nah Saudara-saudara sekalian...jika anda (amit-amit jabang bayiiiiiii) terpaksa harus berurusan dengan HUKUM dan anda membutuhkan pengacara untuk membela hak-hak anda, apakah anda mau menyewa seorang atau segerombolan pengacara,lawyer, attorney at law, advokat..atau apa kek sebutannya yang bahkan tidak mengerti,memahami, menghormati, dan mentaati peraturan sepele seperti "Dilarang Merokok"?



Wong hukum dan aturan yang sepele aja mereka abaikan koq....gimana mau mentaati aturan lain yang lebih besar?

Kalau aku sih ogaaaaah punya lawyer dongo yang bahkan gak bisa baca dan nggak ngerti arti kata "DILARANG MEROKOK"

Sorry sorry aja kalau aku harus menggadaikan kebebasanku dan tentu saja kelanjutan nasibku dimuka hukum ditangan pengacara seperti itu...



*the final show*



Ups....tiba-tiba dari ujung ruangan muncul serombongan murid Hogwarts, (Harry Potter and Friends?)...eh bukan ding...mereka HAKIM karena pake jubah hakim alias TOGA bukan seragam Hogwarts..he he he he.... dan tau gak seeehhh.....OMG (lagi) MEREKA MEROKOK juga saudara-saudara...diruangan yang nyata-nyata ditulisi kalimat "DILARANG MEROKOK" dan disediakan tempat khusus buat merokok. !??!!!^%##$%^&**(((:">>


*speechless*



What's On Your Mind after you read this....?

Inilah Indonesia, saudara-saudara.... (Part. 1 )

Sekedar pemberitahuan, tulisan ini dibikin untuk tujuan “berteriak sekencang-kencangnya” buat aku. Karena, eh, karena di alam nyata kadang-kadang aku nggak bisa mengekspresikan apa yang ada di otak dan hatiku sepenuhnya. Maka dari itu janganlah dibawa heran jikalau di tulisan-tulisanku sering ditemukan berbagai jenis kosakata pisuhan (makian). Selain daripada itu, apabila diketemukan pendapat-pendapat atas peristiwa yang sedang ngepop di masyarakat, ataupun pernah ngepop, ataupun belum ngepop, semuanya itu hanyalah pandanganku belaka. Jangan langsung dipercaya keakuratan data-datanya! Jangan! Sekali lagi, jangan! Semuanya yang ada di sini amat sangat subyektif kalau dilihat dari cara penulisannya. Semua dibuat oleh dan khas Mikaela. Semuanya hanyalah pemikiran dangkal seorang Fanny Wiriaatmadja.



Seperti yang aku alami pada hari Kamis kemarin...entah aku yang terlalu sensitif atau memang aparat negara sudah semakin “brengsek”.



Kamis kemarin itu aku ikut Mas Anton sidang di PN Jakarta Pusat, baru 5 menit menginjakan kaki di PN Jakarta Pusat saja sudah ada yang bikin mataku mendelik dan emosiku naik...(hoeeekssss) saat Mas Anton ngurus masalah surat kuasa, dia “memberi” uang Rp. 50.000 kepada Panitera Muda...namanya Agustinus siapa gitu.... eh...si Pak Agustinus itu malah komplain..”Seratus ribu,Pak”.Lha Piye toh....?



Aku jelas nanya dong buat apa Mas Anton kasih duit itu...dan ternyata mas Anton jawab, “Gak tau...uang capek barangkali...sudah begitu tradisinya disini..gak bisa ngelawan “prosedur tak tertulis”..kalau gak gitu nanti kita nggak diperhatikan (get noticed?),bisa-bisa sidangnya paling terakhir..cape..buang-buang waktu.”

Uang cape? Kan udah digaji sama negara? Dari pajak rakyat....yang ngumpulin duit buat bayar pajak itu juga tentu cape...



Memang aparat negara itu manja...HAKIM gak mau repot, biar panitera yang mengatur, alasannya sedang sibuk ini itu ..eh..ternyat lagi asik ongkang-ongkang kaki dan baca koran di ruangannya... :p panitera mengatur jam sidang, ruang sidang berapa, berdasarkan “siapa yang ngasih duit duluan”..dan praktek seperti ini sudah terjadi sejak jaman dahulu kala...mungkin sudah terjadi saat Harifin Tumpa masih jadi hakim junior...dan pengacara sekarang gak bisa ngapa-ngapain karena pengacara yang dulu juga “ngasih”. Jeeezzzz...lingkaran setan yang gak mungkin putus.



Dan saat sidang, ternyata aksi Mas Anton di ruang sidang juga diamati oleh Bambang Wijojanto mantan calon ketua KPK yang terkenal galak dan terkenal saklek kalau urusan korupsi.

Beliau hadir dan mengikuti sidang dimana Mas Anton berjuang mewakili pihak Termohon.



Dan yang lucu...adalah komentar yang keluar dari mulut seorang tokoh "bersih" sekaliber Bambang Wijojanto tentang sidang itu.



Dilihat dari performance, cara bicara, cara berpikir, dan jawaban yang diberikan..harusnya Anton bisa menang,dibandingkan dengan pengacara dari pihak Pemohon, dia sangat menguasai kasus ini. Kalaupun dia kalah nanti, pasti bukan karena skill beracara dan atau penguasaan dia akan materi dari kasus ini, kalau dia kalah itu tentu karena mengalah, atau dipaksa mengalah (oleh Bos-nya yang mungkin sudah punya deal-deal kotor dengan pihak Pemohon), dan yang jelas kalau dalam perkara ini dia kalah tentu dia dikalahkan oleh uang. You can count on it.

Walaaaaahhhh.....................katanya hukum jadi Panglima...?. HIDUPLAH INDONESIA RAYA......! Gleksz....!

Dan dengan Membuat Hollywood Ngambek Bisa Bikin Film Indonesia Maju? Pikir Ulang..!!!!

Belakangan sedang marak soal pajak film impor yang meninggi. Meski yang sudah-sudah polemik seperti ini bakal terselesaikan, namun untuk kasus ini tampaknya beberapa hari ke depan akan ada perubahaan signifikan di dunia perbioskopan nasional. Tanagok.com berupaya untuk memberi pengayaan lain dari masalah ini. Di mana-mana keluhan lebih banyak kepada kurang kreatifnya film nasional di pasar. Tapi, itu tidak akan disinggung di sini. Biarlah film selangkangan jadi film selangkangan. Di sini hanya memberi garis bawah jika polemik pajak ini merupakan solusi industri film nasional, bahkan untuk langkah awal pun sepertinya terlalu gegabah.

Berikut adalah mitos-mitos soal perfilman nasional yang bangkit akibat polemik ini.


1. Produksi Film Nasional terdesak akhir-akhir Ini karena film Hollywood

Mari kita hadapi sebuah kenyataan. Di belahan dunia manapun sebuah industri film lokal sudah dipastikan harus menghadapi hegemoni Spider-man, Harry Potter, dan kawan-kawan. Itu sekali lagi kenyataan jaman yang tidak bisa dipungkiri. Kelihatannya sih memang bioskop kelas XXI banyak menaruh film-film Hollywood sebagai marquee mereka. Tetapi, kalau mata digeser ke bioskop di daerah Rawamangun, Bekasi, atau nama-nama daerah yang jauh dari elit, dominasinya masih tetap film Indonesia. Malahan penonton bioskop-bioskop tersebut lebih memilih nonton film Indonesia ketimbang Amrik. Artinya, ruang untuk film Indonesia tampil itu sudah semakin besar, coba bandingkan dengan tahun 1999 ketika Kuldesak untuk bisa nyelip ke bioskop susahnya minta ampun. Terima kasih dengan Petualangan Sherina, film Indonesia akhirnya mendapatkan kepercayaan lagi dari publik dan pasar menjawab bahwa film Indonesia bisa laku. Jika dasar perjuangan film Indonesia dimulai dengan perjuangan berdarah-darah, kenapa lantas pemerintah malah membuat kebijakan sok populis mencari muka dengan dalih memberi ruang film nasional. Kesannya kalau cuma ada film Indonesia , mereka bisa lebih berbicara. Padahal bisa jadi bumerang, karena seperti sinetron, orang jadi tidak ada pilihan. Jadinya secara kualitas bisa saja bioskop Indonesia mengalami dekadensi mirip dengan yang terjadi di televisi.


2. Dengan hilangnya Hollywood, film Indonesia bisa lebih berkembang

Seperti ditegaskan di poin satu, ketika film Indonesia era sekarang dimulai dengan berdarah-darah, kenapa lantas seolah di-voor untuk perkembangan lanjutnya. Dengan bioskop yang ibarat raksasa lapar itu mau tidak mau harus diberi makan. Dengan permintaan tinggi, produser dituntut untuk lebih banyak bikin film. Kondisinya jadi sama saja. Secara produksi mungkin berkembang, tapi sampai kapan itu akan berkembang. Penonton bioskop tidak seperti penonton televisi karena mereka keluar uang tidak sedikit untuk menghabiskan waktu 2 jam di dalam gedung bioskop. Jelas mereka milih-milih. Jika akhirnya mereka jenuh, siap-siap saja studio dikurangi satu per satu. Karena konsentrasi masa hilang akibat bioskop sepi, film yang dijual tanpa word of mouth kuat di awal pemasaran jadi susah payah buat ngejual filmnya. Beda ketika masih ada Hollywood yang membuat film seperti Transformers jadi magnet. Setidaknya orang jadi melihat poster film Indonesia di bioskop saat mereka nonton film Hollywood. Lalu ketika bioskop bukan pilihan hiburan utama (yang sebelum ini merupakan hiburan murah), lalu sineas Indonesia yang lagi mulai jalan cepat ini mau diputar di mana? Di Monas, seperti kata Joko Anwar? Boleh juga sih, sekalian nonton bareng Ondel-ondel.


3. Kalau pun film impor tetap tayang, harga tiket naik nggak masalah karena film Indonesia nggak perlu naik harganya

Siapa yang bisa menjamin harga tiket untuk film Indonesia lebih murah dari film impor jika HTM nanti naik. Dari jaman 2000an awal harga tiket itu flat untuk rentang pemutaran waktu yang sama. Terutama membicarakan 21 ya. Mau filmnya dari Timbuktu atau dari New York, harga tiket sama saja. Nanti jika tiket naik pun, tidak jamin harga tiket film Indonesia jadi dimurahkan, terutama untuk bioskop kelas elit. Pertama pihak penyelenggara bioskop tidak merasa kalau harga tiket beda ini menjamin orang lebih memilih film yang tiketnya lebih murah. Orang malah mikir, jangan-jangan murah karena emang filmnya kacrut. Dan, karena orang memilih nonton film karena itu pilihan mereka. Mau tiketnya semurah apapun atau bahkan gratis pun kalau filmnya abal-abal orang juga nggak mau datang. Jika HTM naik, film Indonesia juga naik. Itu malah lebih mencekik leher lagi buat produser. Orang yang tadinya sudah milih-milih buat nonton film Indonesia jadi lenbih milih-milih lagi. Dengan begini ruang film Indonesia jadi dipersempit oleh pasar sendiri.

4. Tanpa MPA , film Impor (Hollywood) tetap bisa masuk Indonesia

Ini adalah pendapat super pede dari pejabat lokal. Entah mereka kebanyakan ngisep cimenk merek apaan, yang pasti kelihatan sekali mereka tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Terserah mereka dan silahkan saja cari sendiri film tanpa bantuan MPA, nanti juga dapetnya film barat murahan.

5. Pajak film Nasional itu tinggi, harusnya film impor juga nggak kalah tinggi

Kalau boleh jujur, argumen seperti ini tidak kalah singit. Bagaimana dua pajak yang berbeda dibandingan tegak lurus begini. Yang satu pajak untuk produksi yang memang variabelnya banyak, yang satu adalah pajak bea masuk tidak ada unsur produksi di dalamnya. Hollywood sudah bayar pajak produksinya sendiri di Amrik sono atau di Negara tempat mereka ambil gambar jika tidak di-syut di Amrik. Jelas lah kalau dilihat mata telanjang pajak produksi kita tinggi dibanding film luar. Jika mau diambil asas keadilan, sepertinya pendapat umum tentang bagaimana pemerintah seharusnya meringankan industri lokal bukan malah main api dengan pasar merupakan gagasan paling ideal. Walau itu juga tindakan nge-voor, tapi setidaknya ketika film selesai diproduksi pun produser harus bertarung lagi di bioskop (sebelum pajak ajaib ini diberlalukan) tetap harus bertarung secara tangan kosong.



6. Lalu, mana kontribusi pemerintah, kok tiba-tiba sok jadi pahlawan kesiangan gini?

Polemik film impor selama ini seolah adalah film Hollywood vs film Nasional. Padahal, satu yang sebenarnya masih memprihatinkan adalah kondisi perbioskopan. Ini industri loh, dan gimana industri mau maju kalau orang malas buka toko. Indonesia yang merupakan pasar Facebook nomor dua di dunia ini (ga keren lagi bow sebut negara berpenduduk 200 juta orang) ternyata bukan surga uang MPA. Ada yang bilang, pasar kita hanya 0,1 % dari total pendapatan Hollywood. Nggak ngaruh lah kalau hilang. Tinggal nambahin bioskop di China juga beres persoalannya buat nutup 0,1 %. Kenapa angkanya kok kecil ya. Ya, jelas lah bioskopnya kebanyakan di Jakarta. Sudah nggak jamannya lagi bioskop menjamur di setiap sudut negeri seperti jaman Pos Kota masih masang iklan bioskop setengah halaman. Dengan pajak setiap film terproduksi di Indonesia bisa 5 milyar sendiri per tahun, lalu mana dorongan pemerintah untuk buka layar di kota-kota. Kalau mengandalkan bioskop seperti Senayan City atau PIM 2 untuk menaikkan produksi film Nasional sepertinya susah. Antusias orang Indonesia masih tinggi abis kok. Lihat saja Melodi Kota Rusa yang jadi tontonan puluhan ribuan orang hanya di satu kota di Indonesia Timur sana.Sayangnya karena bioskop tidak ada, diputarnya model layar tancap atau malah cuma pakai proyektor kecil. Pemerintah sendiri juga sudah dapat pajak milyaran dari operasional bioskop juga loh, di luar film masuk dan film terproduksi. Boleh deh ada yang bisa menjelaskan, itu duit buat apa saja? Dulu Menbudpar pernah bikin sayembara skenario di mana yang menang dibiayai untuk dibikinin filmn. Tapi, eksperimen pertama gagal dan begonya bukannya belajar dari situ yang ada malah nyerah dan tidak jelas lagi program seperti itu masih ada apa nggak.

Aku Gak Bisa Dan Gak Suka Tidur... (Vampire?)

Siklus kampret: bermulai dengan Anda menatap langit-langit di kamar gelap, dan berakhir dengan Anda, dengan kepala yang sedikit berputar-putar, terhuyung-huyung turun dari ranjang meraih sikat gigi dan odol. Ketika memulai, Anda orang paling waras di dunia. Ketika selesai Anda seolah-olah mabuk.

Kalau Anda orang muda yang payah dan belum ada apa-apanya, mestinya Anda paling tidak suka tidur. Ia menghentikan aktivitas-aktivitas yang banyak di antaranya berfungsi supaya Anda jadi orang. Apalagi kalau ada apa-apanya. Menghalangi menikmati hidup dong. Ini praktik prokrastinasi terhebat umat manusia; kalau perasaan Anda biasa-biasa saja, ya berarti Anda mungkin juga biasa-biasa saja. Payah tidak, hebat juga belum. Mungkin.

Saya tidak suka tidur. Tidur ini kebutuhan badani yang paling bikin susah selain mungkin mencabut gigi bungsu. Rata-rata orang dewasa paling kurang perlu sekitar delapan jam seharinya — sepertiga hari dihabiskan tergolek di atas ranjang, hitung-hitung tentunya sekitar sepertiga nyawa yang melayang. Apa-apaan itu. Ada memang metode-metode tidur ueberman yang mengkorting waktu sia-sia ini barang sedikit (Anda diharuskan tidur pendek beberapa kali dalam sehari, yang apabila ditotal kurang dari porsi tidur standar), tapi menurut suara sumbang, ini tidak terlalu menyehatkan. Saya pernah dengar konservasionis Farley Mowat sampai meniru gaya tidur serigala yang dia amati, lengkap dengan merangkak sebagai peregangan sekali sekian menit. Pacarnya tidak suka (rasional banget mba....!) setiap malam ada yang merangkak-rangkak di karpet tiap sebentar (sedikit horor pasti..xixixixixixi !), dan alih-alih berhenti Mowat memilih berpisah. Sayang saya tidak tahu motivasi Mowat, apa memang untuk mengkorting waktu prokras atau cuma nyentrik.

Celakanya bangun kadang lebih sulit ketimbang tidur. Sewaktu saya mengeluh tidak suka tidur, tentu bukan berarti tidur itu menyakitkan atau apa — manusia tentu terprogram untuk menyukai bergolek-golek di atas kapuk dan tidak melakukan apa-apa untuk roda ekonomi. Saya kira alami kalau anak-anak suka réwél tidak mau tidur, barangkali belum merasionalisasi rutinitas-rutinitas yang tawar sebagaimana orang dewasa.

Tahukah Anda, ketika Anda mematikan lampu dan menengadah menengok langit-langit, otak Anda justru iseng, aktif merekapitulasi hari yang baru lewat? Kalau sudah télér tentu lain soal, Anda tinggal tutup mata dan menunggu proses tidur-menidur selesai, kemudian bangun dan melanjutkan hidup. Tapi harusnya ‘kan lebih sering tidak télér, dan lalu sedikit berbosan melihat atap. Ini lebih kurang ajar, sebab menunda tidur sedikit banyak menunda bangun, sebuah proses prokrastinasi yang paling bikin masygul, sebab sudah bukan salah kita lagi. Tidak bisa disembuhkan dengan ritual-ritual biasa.

Setelah susah payah mentidaksadarkan diri, bangunnya justru lebih menyulitkan. Ini juga ada (katanya) tekniknya; ada fase tidur yang ringan dan berat (di sinilah ada REM), dan ketika bangun dalam fase yang berat inilah kepala jadi berat, pemikiran jadi bodoh (saya pakai alarm yang mematikannya mesti mengerjakan soal matematika dulu, level SD tapi masih ada salah-salah), dan tujuan hidup kita direduksi menjadi “matikan alarmnya lalu kembali bergolek-golek!” Oleh sebab itu bebunyian alarm yang meneror seperti musik metal atau derikan alarm jadul ujung-ujungnya bikin sedikit pusing, dan di sisi lain alarm yang mendayu-dayu justru tambah membuat pulas. Idealnya bangun sendiri, tapi memangnya gampang?

Brengseknya lagi, menurut ilmuwan-ilmuwan (lupa dari mana — tidak ada referensi, maaf!) tidur itu tidak sesederhana yang banyak dipahami orang. Tidak sama dengan sepeda motor yang dibawa berjalan berhari-hari, lalu ‘diistirahatkan” supaya mekanismenya tidak kolaps. Menurut Wikipedia (tapi ada sumbernya), secara energi proses tidur-menidur itu “mahal” dan konservasi metabolismenya sedikit cuma 5-10%. Tidak terlalu paham saya, tapi kesannya lebih kurang seperti ini: tidur itu mengherankan dan bisa jadi tidak seberguna itu.

Menurut Nabi Muhammad, Tidur adalah saudari dari Mati; penghuni Surga nantinya tidak tidur. Nabi Muhammad biasanya tidak sepuitis ini, kutipan yang bagus. Berarti secara agama bolehlah kita sangkut pautkan tidur dengan yang duniawi dan/atau nerakawi. Beberapa justru mengklaimnya sebagai metafora langsung dari kematian.

Alami semestinya menghubung-hubungkan tidur dan mati. Entah kenapa selama ini yang pertama selalu dicitrakan dengan yang bagus-bagus, misalkan berteduh di bawah pohon sekitar padang rumput. Padahal secara sinis ini buang-buang waktu, secara biologis istirahat yang tak terlalu efisien, dan secara puitis pun gladi resik proses berpulang.

FPI . . again . . !

FPI (Front Pembela Islam, Islam’s Defender Front) must be joking when they threaten to overthrow the Indonesian President if the government won’t disband the controversial Ahmadiyya community.

Ahmadiyya, the relatively small community of 400,000 has been a subject of controversy among Islamic groups for their differing interpretation of Islamic teaching.

While the Ahmadiyya have been practicing their belief in Indonesia long before Indonesia even existed, it doesnt mean that the religious bigots wont attack them. After three Indonesian minister signed the joint statute to delegalize Ahmadiyya in 2008, the attack to the Ahamadis has been increasing ever since. The worst came on February 6th, 2011 when a small village of Ahmadiyya in Cikeusik, Banten, Java was attacked by religious thugs. Houses, cars were burned and three Ahmadis were beaten to death. A video documenting the gore incident was documented and available on YouTube.

Then, the usually muted President SBY spoke to the public that his government will dissolve any community organization that causes fear and disorder*. FPI, the group that is associated with fear and disorder were a bit touchy, and apparently felt insulted by the President. FPI leader Habieb Rizieq, dressed in Arabic style, yelled in public that he will overthrow the President if the government wont disband the Ahmadiyya. It’s either Ahamdiyya or Revolution. He was perhaps taking inspirations from the recent revolts in the Arab’s world, as much as he was inspired by arabic fashion.

But here s the thing. Indonesia is not Egypt nor Libya. Rizieq missed that fact badly. Yes the government are not perfect and unemployment are high, but we are improving. It’s true that Indonesians are religious, but remember that most of them are centrist people. They wish for Ahamdis’ welfare, and will definitely seek a peaceful solution of the religious differences.

And most importantly, people were not killed or assaulted for being different with the government. Its FPI who attacks and threatens people who have different view than them. If Rizieq and his FPI gangs wants to overthrow something, they really should overthrow themself.

On December 10th 1948, the General Assembly of United Nations adopted and proclaimed the universal declaration of human rights. In Article # 18 it is clearly mentioned that:

Everyone has the right to freedom of thoughts, religion and conscious. This right includes freedom to change his religion or belief and freedom either alone or in community with others in public or private, to manifest his religion or belief in teaching, practice, worship and observance.

How it is possible that the government of Indonesia, ignored and doing totally against it. The Government of Indonesia is claiming that we are Muslim, practicing the teaching of Islam but their actions are against the teaching of Islam and the Holy Prophet (peace and blessing of Allah be upon him). In chapter 2 verse 257 Allah says “There should be no compulsion in religion”.

“If Rizieq and his FPI gang wants to overthrow something, they really should overthrow themselves.”

Ah.....Ah....Ahmadiyaaaaaaaahhhhh

Kali ini aku lagi mau nanya kepada sidang pembaca yang terhormat, ada yang sudah pernah baca isi Surat Keputusan Bersama 3 Menteri terkait dengan Ahmadiyah (atau juga Ahmadiyya)? Kalo ada yang belum, aku mau nyombong. Aku sudah baca, lho. Yang pertama aku pernah baca di KOMPAS beberapa waktu yang lalu, dan yang kedua aku baca versi online-nya di Detik.com, tentu saja.



T

Inilah selengkapnya isi dari SKB 3 Menteri tersebut.



1. Memberi peringatan dan memerintahkan untuk semua warga negara untuk tidak menceritakan, menafsirkan suatu agama di Indonesia yang menyimpang sesuai UU No 1 PNPS 2005 tentang pencegahan penodaan agama.



2. Memberi peringatan dan memerintahkan bagi seluruh penganut, pengurus Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) sepanjang menganut agama Islam agar menghentikan semua kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran agama Islam pada umumnya, seperti pengakuan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.



3. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada anggota atau pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan tersebut dapat dikenai sanksi seusai peraturan perundangan.



4. Memberi peringatan dan memerintahkan semua warga negara menjaga dan memelihara kehidupan umat beragama dan tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum terhadap penganut JAI.



5. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah dapai dikenai sanksi sesuai perundangan yang berlaku.



6. Memerintahan setiap pemerintah daerah agar melakukan pembinaan terhadap keputusan ini.





Overall, aku cuma bisa berlapang-dada saja dengan keputusan pemerintah kita itu. Setidaknya, itu adalah keputusan yang menurutku terbaik dari berbagai tuntutan yang ada saat ini, seperti tuntutan buat membubarkan Ahmadiyah dan mencapnya sebagai aliran sesat. Tapi ya tetap saja, yang namanya overall bukan berarti lantas aku setuju dengan semua poinnya.



Menyinggung sedikit saja tentang sesat-menyesatkan, aku pernah ngomong ke temenku yang anak kyai waktu kami berdua masih jadi pengajar di salah satu madrasah di Pancoran,(aku sih Cuma ngajar bahasa Inggris disana..he he he) Aku sempat bilang ke dia, jangan sampai pemerintah kita ataupun MUI mengeluarkan fatwa yang menunjuk bahwa Ahmadiyah adalah sesat. Lebih baik Ahmadiyah dianggap sebagai agama baru saja. Agama yang di luar Islam, seperti Kristen, Katolik, Buddha, atau Hindu, atau apapun itu, kalau Ahmadiyah memang mau dianggap melanggar akidah pokok agama Islam. Asal jangan dibilang aliran sesat saja.



Bukan apa-apa, masalahnya ketika sebuah aliran atau golongan atau organisasi disebut sebagai kaum yang sesat – apalagi ada embel-embel “Islam sesat”-nya -, biasanya pasti bakal ada keributan. Orang-orang tolol sok kuat yang merasa mewakili “kemurnian” ajaran Islam biasanya bakal melakukan “pembantaian” besar-besaran terhadap golongan tersebut. Orang-orang kita, Endonesa ini, belum cukup dewasa untuk menerima perbedaan, yang padahal kalo mau bicara perkara sesat dan menyesatkan dalam konteks Islam, agama yang selain Islam harusnya dicap sebagai agama sesat juga. Toh pemerintah nggak pernah melakukan hal itu, kan? Bisa runyam negara ini kalo fatwa sesat itu dikeluarkan secara resmi di hadapan publik sambil menunjuk seluruh agama yang bukan Islam. Siapa yang mau dikata-katain sebagai manusia sesat?



Dan balik ke Ahmadiyah. Sekarang aku mau ngasih tunjuk 1 poin di mana aku nggak sreg sama pernyataan pemerintah:



Point SKB No. 2 : Memberi peringatan dan memerintahkan bagi seluruh penganut, pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sepanjang menganut agama Islam agar menghentikan semua kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran Agama Islam pada umumnya. Seperti pengakuaan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.



Yeah, itu. Di situ itu aku agak nggak sregnya.



Okelah, salah 1 ajaran pokok Islam adalah mengakui Muhammad sebagai nabi terakhir dan tidak ada nabi lagi setelahnya. Dan, dalam benak masyarakat sekarang ini, salah 1 inti ajaran Ahmadiyah adalah mengakui Hazrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Muhammad. Ini yang membuat orang-orang (yang pada ngaku pemeluk) Islam “murni” itu berang. Padahal, apa iya kayak gitu?



Aku ceritakan ya....waktu aku pertama kali datang ke Kediri jauh-jauh dari Bandung numpang kereta api, tempat pertama yang kudatangi setelah aku turun dari bis adalah sebuah rumah kos-kosan di daerah Dlopo. Yang punya rumah itu adalah sepasang eyang yang kemudian kubahasakan sebagai “Eyang Dlopo” (ini memotong seenaknya dari nama komplit beliau).



Di situ itu sebenarnya kos-kosan untuk putra. Tapi karena 1 dan lain hal, juga berkat keahlianku bermain silat sambil menggunakan lidah, aku diterima sebagai satu-satunya cewek yang ngekos di situ, walau Cuma untuk 3 minggu. Betapa menyenangkannya. Dan berkat ilmu silatku itu juga, suatu ketika waktu Om-ku dari Sleman datang buat silaturahmi, eyang putri di situ sempat memberi testimonial tentang aku ke Om-ku. “Fanny itu anak perempuan tomboy tapi perangainya halus sekali, ya. Persis seperti tokoh Srikandi,” kata eyang putri di situ yang membuat Om-ku nyaris tersedak air teh yang sedang diminumnya.



Perhatikan, sodara-sodara! Fanny Asries Kusfariani Wiriaatmadja berhasil melakukan penipuan kepada publik, hahaha!



Balik lagi ke perkara tempat kosku itu. Di ruang tamu di situ – tempat aku sering numpang nonton infotainment artis di tivi – aku liat banyak sekali foto-foto yang waktu itu kucurigai sebagai foto-foto ulama. Ciri khasnya jelas: surban dan baju gamis. Eyang Dlopo berdua ini memang agamis sekali, selain baik sama aku, tentunya. Misalnya aja, aku yang waktu itu sedang persiapan tulisan-tulisanku, aku selalu dibawakan cemilan tiap malam pas aku sedang (pura-pura) kerja. Kalau pagi, aku dibikinin susu sama kadang-kadang dianterin sarapan. Benar-benar fasilitas yang kayaknya cuma khusus buat aku. Sudah satu-satunya cewek, diistimewakan pula. Mewah, dah, pokoknya.



Eyang Dlopo juga sering nasehatin aku supaya tiap malam jangan lupa shalat tahajjud, memohon kepada Allah supaya kerjaanku diberi kemudahan.



Begitulah, sodaraku. Yang aku tau adalah bahwa Eyang Dlopo berdua itu seorang pemeluk Islam yang taat, tanpa pernah tau sampai ketika kemudian hari temen perempuanku juga kos di sana, dia mengenali salah 1 foto ulama yang ada di ruang tamu itu sebagai Mirza Ghulam Ahmad!



Eyang ternyata penganut aliran Ahmadiyah.



Tapi apa kemudian itu jadi problem? Buat aku tentu saja tidak. Yang membuat perasaanku memang sedikit agak janggal adalah bahwa eyang putri setiap hari Jumat juga selalu berangkat Jumatan. Apa itu masalah? Nggak, kan? Dalam Islam “murni” sendiri nggak ada larangan kepada perempuan untuk Jumatan, tho? Tapi ya memang cuma agak nggak lazim aja, sih, menurut perasaanku. Di Endonesa ini nggak banyak kaum perempuan yang ikutan Jumatan, soale. Selebihnya, semuanya sama saja. Nabinya eyang yang terakhir setauku juga tetap Muhammad. Eyang juga masih membaca Alqur’an sebagai kitab sucinya. Terus pagi-pagi aku selalu dibangunkan sama suara pengajiannya Zainuddin Zidane, aeh, Zainuddin M.Z. via radio yang disetel sama eyang. Mirza Ghulam Ahmad? Ah, dalam penafsiran mereka, Oom Mirza itu cuma Imam Mahdi yang dijanjikan bakal muncul sendiri oleh Nabi Muhammad pada akhir jaman.



Jadi, sekali lagi, menurut jamaah Ahmadiyah, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad itu “cuma” Imam Mahdi. Bukan nabi!



(Cuma, aku sendiri memang sedikit sangsi, sih. Ini perkara personal. Aku meyakini Imam Mahdi bakal muncul di dunia ini kemudian didampingi oleh Nabi Isa. Tapi ke mana sembunyinya Nabi Isa? Padahal Imam Mahdi-nya sudah nongol)



Kalau sudah begini, lalu di mana letak kesesatan Ahmadiyah? Tidak ada ajaran pokok Islam yang dilanggarnya, kok. Semuanya masih sama. Tuhannya sama, nabinya sama, kitab sucinya sama. Kalo ada yang menganggap kitab-apa-itu-namanya-aku-lupa dari Oom Mirza itu sebagai kitab sucinya Ahmadiyah, itu bohong besar kataku. Kitab itu cuma diposisikan sebagai kumpulan catatan-catatannya Oom Mirza yang berisi nasehat-nasehat dalam menjalani hidup saja. Itu thok.



Sekarang, kalo perkara penafsiran terhadap Imam Mahdi, apa itu merupakan pelanggaran terhadap ajaran pokok Islam? Masalahnya, apa di Alqur’an sendiri Allah pernah menyebut ciri-ciri detail Imam Mahdi? Nggak, kan? Kalo sudah begini, apa berarti mereka yang menafsirkan dan mengakui Oom Mirza itu sebagai Imam Mahdi itu lantas berarti bukan pemeluk Islam? Ah, ada-ada aja. Menurutku Ahmadiyah belum melanggar kaidah pokok agama Islam. Lalu kenapa banyak pihak yang mendesak pemerintah supaya Ahmadiyah diberi cap sesat?

Kalau menurut saya, ya, mbok coba dibayangkan kalau agama kita itu dicerca habis-habisan. Bayangkan ibu dan ayah kita dianggap sesat. Adik-adik kita diperintahkan taubat oleh orang-orang yang tak jelas asal-usulnya. Pemerintah dituntut membimbing kita supaya mengubah keyakinan kita. Kemudian ada yang membela, tapi sehabis itu babak belur dihajar di Monas. Ada juga yang akhirnya dibunuh di Cikeusik.. L Dan akhirnya, kita tidak diperbolehkan menyebarkan ajaran kita.



Tidak enak, tho?



Kalau kata saya ya logika dasar saja. Kalau tidak mau dibegitukan, ya tidak usah membegitukan orang. Kalau tidak salah sih, itu yang namanya toleransi. Sudah diajarkan sejak kita belum baligh.

Setauku yang membuat mereka dianggap sesat itu tauhidnya, jadi gini, setauku Islam itu tuh ya “La Ilaha Ilallah Muhammad Rasulullah” titik! ndak pake ada Mirza Ghulam Ahmad segala, itu hal yang bikin Ahmadiyah dianggap beda dengan “Islam pada umumnya” itu..



Kalo soal peribadatan, setauku mereka sama aja koq, malahan beberapa aliran laen lebih aneh, kaya LDII yang orang lain yang kalo bukan aliranya dianggap najis, dah pernah blom rampung shalat trus dipel? hehehe..ada juga Syi’ah, malahan lebih parah karena mereka tidak mewajibkan jum’atan, tur shalatnya cuma 3 kali sehari..tapi kenapa Syiah dan LDII itu tidak diperangi dan tetap dianggap Islam?ya itu tadi, mereka masih satu Tauhid dengan “Islam pada umumnya”..sedangkan Ahmadiyah membuat kesalahan fatal dengan membuat Nabi baru setelah Rasulullah Muhammad..



Oia ada yang bilang juga kalau Ahmadiyah pun ada 2 aliran, yang satu total mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi, yang satunya hanya menganggap sebagai Wali/Imam saja..mungkin Eyang Dlopo itu adalah penganut aliran yang kedua



Jadi ya begitulah setidaknya yang aku tau. Maka kalo sekarang ada yang mau meralat apa yang aku tau, monggo, silakan saja. Aku bakal senang sekali bisa dapat informasi tentang dunia selebritis di tanah air yang baru.



Tapi teteeeep...apapun alasannya aku gak setuju ada acara "bunuh-bunuhan"atas nama AGAMA....

Setiap penganut agama yang ta'at ( apapun agamanya ) pasti mengimani kalau NYAWA itu adalah HAK PREROGATIVE Allah SWT....dan apapu agama dan kepercayaan seseorang adalah BUKAN URUSAN ORANG LAIN... itu murni urusan dia dengan penciptanya..toh SURGA DAN NERAKA JUGA TANGGUNG JAWAB PRIBADI MASING-MASING.

Untung Beliau Sudah Mati Duluan..........

Ada yang menarik dalam proses replikasi naskah kuno Jawa. Jaman dulu perbanyakan naskah dikerjakan oleh juru tulis, dan juru tulis biasanya merangkap seorang sastrawan. Makanya ketika naskah Hindi disalin ke dalam bahasa lokal, sering sang juru tulis juga mengadaptasi naskah itu supaya lebih ke-lokal-lokal-an.



Saya jadi ingat babon terjadinya alam semesta gubahan Ronggowarsito yang saduran naskah India. Di situ dituturkan bahwa setelah Betara Antaga gagal menelan gunung dan Betara Ismaya sukses menelan gunung tapi bentuk badannya jadi besar, gemuk dan tidak karuan, maka Sang Hyang Tunggal melimpahkan kuasa kedewaan ke putra bungsunya yang bernama Manikmaya.



Kemudian si putra sulung, Antaga, disuruh turun ke bumi menjadi Togog dan ditemani Bilung mendampingi tokoh-tokoh berwatak buruk. Putra kedua, Ismaya diturunkan ke bumi untuk mendampingi para satria baik hati bersama tiga anaknya Gareng, Petruk dan Bagong. Ismaya kemudian berganti nama menjadi Semar.



Manikmaya yang berparas ganteng tanpa cacat pada mulanya congkak karena merasa paling ganteng dan paling berkuasa. Ya jelas aja secara dia merajai khayangan dan menguasai alam semesta! Karena stress anaknya kok jadi belagu gitu maka Sang Hyang Tunggal mengutuk Manikmaya kelak bertaring, bercacat kaki, dan bertangan empat.

Dan kutukan itu bener-benar terjadi.



Manikmaya mendapat taring gara-gara mengatai istrinya yang tidak mau melayani nafsu. Padahal waktu itu Manikmaya lagi horny banget. Ya gimana istrinya nggak nolak, lha Manik ngajak gituan di atas sapi terbang. Kalau ketahuan, apa nanti kata tetangga?

Kemudian kaki Manikmaya menjadi lemah karena nyeletuk ‘KAKI MANUSIA KALAU BARU LAHIR LEMAH YA!?” saat menyaksikan kelahiran Yesus. Dan akhirnya tangannya menjadi empat gara-gara dia tertawa terbahak-bahak melihat orang sedang sholat memakai rukuh.



Manikmaya memang mirip Shiva dalam ajaran Hindu walaupun perannya diubah oleh Ronggowarsito. Akan tetapi, peran Manikmaya dari sudut pandang ajaran Nasrani justru ditinggikan karena dia secara gaib mengawasi proses kelahiran Nabi Isa. Dari sudut pandang ajaran Islam, dia mentertawakan orang sholat.

Semestinya pujangga kerajaan Surakarta semacam Ronggowarsito memiliki motif tertentu dalam mencomot sana-sini ajaran berbagai agama. Saya tidak tahu apa alasan dia.

Mungkin ronggowarsito tidak setuju dengan konsep ke-dewa-an, jg tdk setuju dengan lahirnya yesus, dan juga tidak setuju dengan ritual shalat. Karena saat itu ronggowarsito hidup dalam kultur politik, budaya, religi yang saling kuat mempengaruhi dan bebarengan dengan itu ronggowarsito saat itu memposisikan dirinya sebagai oposisi kekuasaan lewat karyanya. Kekecewaanya ditumpahkan dengan penolakan pengaruh2 saat itu.



Tapi saya tahu kalau gubahan itu diterbitkan jaman sekarang, Ranggawarsita bisa dituduh menodai ajaran agama.

Bisa habis dia diganyang FPI....gyahahahhahaha... Untung beliau dah mati sejak jaman dahulu kala...



Menarik bahwa intepretasi mengenai agama bisa berbaur dengan budaya dan karakter lokal. Benar benar seperti membaca cerita silat, digabung kitab suci dan roman picisan.

Minggu, 20 Februari 2011

Polwan Tukang Bergunjing


Baru aja berniat membersihkan kepala dari kata-kata makian yang ditujukan buat para Polisi..eh...dah ada lagi pemicu yang bikin aku naik darah.

Kejadiannya baru aja terjadi...



Gini lho...tau kan kalau tadi aku menghabiskan setengah hariku di Museum Polri, niatnya perasaan baik lho, selain cari data untuk ngelengkapin tulisanku, aku juga ingin "mendekati" mereka secara personal, mungkin selama ini aku benci karena aku tidak "kenal".



Saya anteng-anteng aja di perpustakaan yang bukunya gak lengkap-lengkap amat, nyantai juga ngobrol sama ibu polwan yang jadi pustakawati disana, setelah dapet beberapa bahan yang aku cari, sambil nunggu mas Anton yang lagi jum'atan, aku keliling-keliling di Museum-nya, geli ngeliat foto-foto kuno para Mantan Kapolri kita, dengan kumis-kumis yang aduhai gedenya, dan slogan-slogan mereka yang bombastis...he he he he.. aku bilang bombastis karena dari dulu sampai sekarang kualitas Kepolisian kita gitu-gitu aja. Gak jauh-jauh dari DUIT.



Kelar muter-muter, saya jelas laper dan haus, apalagi berlama-lama di perpustakaan yang -entah gak ber-AC atau AC-nya mati-puanassss poool pasti bikin banyak berkeringat, dan karena saya gak mau dehidrasi saya langsung melesat secepat kilat ke kantin Museum.. Errrr.....jus jambu kayaknya enak niiih... Gleksz.



Setelah basah tenggorokan..atau...kerongkongan ya?...whatever lah.. aku duduk manis nunggu mas Anton jemput, sambil kembali buka-buka situs jejaring sosial,yaaaah...barangkali ada penggemar yang harus aku balas sapaannya getoooh...secara aku kan gak mau dibilang sombong.

Di meja depanku ada 3 polwan muda yang sedang ngobrol setelah makan siang, dan seperti layaknya cewek-cewek muda..eh..polwan juga cewek kan? mereka sibuk tebar pesona ke polisi-polisi (yang ini jelas cowok) muda yang duduk di meja sebelah aku, dengan tawa genit, cekikikan, suara dibikin sok imut..dan mata yang dibikin "sok genit" mereka sibuk "beraksi", walaupun kayaknya polisi cowoknya cuek aja tuh...gyahahahahahahha...(kasian deh lw Polwan....!!!!)






Eng...ing...eng....this is the moment everyone...

hold your breath....





Tiba-tiba pembicaraan terhenti, tatapan 3 pasang mata (dari tiga orang Polwan tentu saja) terarah pada satu titik di halaman kantin museum..... Sesosok laki-laki dengan jaket kulit hitam, motor Ninja biru 250 cc...dan ini percakapan mereka :



Polwan A : Wow..ada cowok ih....

Polwan B : Motornya keren...coba kita liat...orangnya keren nggak yaa?

Polwan C : Bentar lagi juga dia buka helm-nya..



Polwan B : Wakakakkakak...buka helm-nya lama banget,jangan-jangan dia mukanya rata.

Polwan A : Paling kayak Sule..

Polwan B : huwahahahahahahhaha...

polwan C : mukanya pasti jerawatan..

Polwan B : brewokan...

Polwan A : bauuu

Polwan B : huwahahahahahahaha

polwan C : Tuh orangnya buka helm



AKU : HEY ...POLWAN-POLWAN GATEL...!!!! YANG LW OMONGIN DAN LW KETAWAIN ITU LAKI GW....!

DASAR POLWAN ANJING TUKANG RUMPI...! PEREMPUAN GOBLOK GAK BERGUNA..! DAN KALAU KALIAN GAK TERIMA GW KATAIN ANJING..TUNTUT GW....!!!!

Huuuh...pengen rasanya ngegamparin cewek-cewek tolol itu...







*silent moment*



Seluruh kantin mendadak sunyi...bahkan bunyi jarum jatuhpun pasti terdengar....

Semua yang makan siang di Kantin itu polisi,tua-muda,laki perempuan...semua diam..



Jelas aku marah..enak aja ngetawain laki gw...aku lagi jatuh cinta tigaperempat modyaaar sama dia, memujanya di setiap helaan nafas, mencintainya sampai ke setiap sumsum tulangku, mendo'akannya di setiap denyut jantungku.....

Tiba-tiba aku denger dia dirumpiin polwan-polwan goblok... TIDAK BISAAAAAAAA.... (Sule Mode "ON*)



Lalu....segelas juice jambu tidak lagi mampu mendinginkan tubuhku, karena hatiku terbakar....

Grrrrrhhhhhhh.....





Jadi..buat para pembaca yang terhormat yang sengaja atau tidak , suka dan hobby ngerumpiin atau ngomongin orang (yang tentu saja dianggap gak akan denger rumpian kalian), berhati-hati...karena mungkin aja orang yang menyayangi dan memiliki hati orang itu ada deket kalian.... jangan seperti polwan-polwan itu...wooof....wooof....