English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Rabu, 09 Maret 2011

DAMAI ITU........

Damai, mungkin ciptaan Tuhan yang belum selesai yang disediakan untuk menjadi kehormatan bagi manusia agar diselesaikannya. Karena Tuhan sudah menyempurnakan manusia dengan nafsu dan nalar yang di tengahnya di letakkan sebuah hati sang pengendali.


Damai itu, mungkin tidak mampu menyelesaikan apa-apa karena memang harus diselesaikan dulu baru menjadi apa-apa, itulah bangunan budaya peradaban kehidupan, ketika konstelasi antarmasa itu hidup tidak hanya membayang.



Damai itu bukan berarti tanpa keriuhan, tanpa keributan, ngga ada keribetan, ataupun tidak perlu usaha dan kerja keras yang keras bekerja, melainkan dia akan mendekam di dalam hati yang akan tumbuh dan berkembang dan menular ketika dia ke luar berputar-putar.



Damai tak bisa hidup sendiri karena semua yang didunia itu berpasangan saling menyempurnakan, Damai yang selalu membutuhkan keadilan, keadilan yang memberikan kedamaian, seperti ikan dengan air, pohon dengan cahaya. Jangan pernah memisahkan keduanya, itu adalah kebodohan.



Ketika damai dan adil berpelukan, maka lahirlah cinta. Cinta yang tumbuh menjadi hormat, itulah medium yang akan menjadi sebuah tempat berkembangnya para subyek menjadi sebagaimana adanya subyek masing-masing. Maka saling menjadi mesin hidupnya.

Mahluk Special Edition

Walaupun bukan lulusan master ataupun doktor dari universitas yang dibilang “world rank”, setiap kita pasti mengerti bahwa apabila sebuah produk dicap “Special Edition”, maka sudah pasti harganya juga akan spesial. Bukan hanya harga, mungkin bisa dikatakan hampir semua bagian dari produk ini akan juga jadi spesial. Bisa jadi spesial warnanya, spesial bentuknya, spesial spesial lain lainnya. Biasanya produk semacam ini dibuat dengan tujuan promosi dan mendongkrak penjualan. Atau bisa jadi diproduksi khusus dengan alasan ini dan itu, namun tetap saja bila dijual, akhirnya menjadi produk komersil, yang tak lepas dari alasan asalasan komersil pula.



Produksi secara masif menghasilkan barang barang yang sama, bentuknya, sama warnanya walau terkadang terdapat pilihan, sama isi dan kulit luarnya, gaya potongannya dan lain lain hal yang sama dari barang yang diproduksi secara masal ini. Beda halnya dengan produk special edition. Tipikal produk ini tidaklah diproduksi secara masal, mungkin tidak pula dengan mesin-mesin yang telah terformat dan berbaris rapih. Produk special edition lebih banyak tersentuh oleh artis-artis yang berspesialisasi dalam fitur-fitur tertentu hingga bagian terkecil dari produk ini. Para artis ini yang membuat perbedaan antara produk biasa dan produk special edition. Hingga akhirnya harga pun membedakan antara hasil dua jenis produksi ini.



Tentunya sudah menjadi kesepahaman umum, bahwa produk special edition akan selalu lebih mahal dari produk biasa. Hal ini disebabkan baik karena factor biaya produksi maupun dari sudut nilai estetikanya.

Bila manusia dengan prinsip ekonominya membuat mobil-mobil secara massif dengan kebanyakan bentuk yang sama. Maka lain halnya dengan Sang Pencipta Manusia. Sang Pencipta menciptakan mahlukNya dengan perbedaan perbedaan khusus pada masing masing ciptaanNya. bahkan mereka yang terlahir dalam keadaan kembar pun selalu memiliki perbedaan, baik itu kecil maupun besar, baik dari segi fisik, intelejensi maupun mentalitas. Manusia yang special edition terkadang tak sadar akan ke”spesialannya”, bahkan lebih banyak menggerutu tentang ke”sialannya”. Tak sadar bahwa diri kita diciptakan dengan konsep yang mahal, unik dan selalu dari masing masing kita memiliki unsure-unsur yang pribadi lainnya tidak miliki.



Layaknya produk special edition yang senantiasa memuaskan pemiliknya, begitu pula seharusnya manusia menjadi. Bukanlah tempatnya dunia ini, bagi makhluk yang spesial untuk menggerutu dan berkeluh kesah. Bagi mahluk spesial ini, mimpi mimpi tentang kebahagiaan adalah program kerja yang merupakan amanah yang diemban sebagai bagian dari definisi spesialnya. Mengabdi, berkerja dan memberikan hasil yang terbaik, yang juga dengan hati dan pikiran yang spesial, tata kerja yang spesial dan juga bentuk kontribusi yang spesial. Karena kita adalah mahluk special edition.

POLWAN MUSEUM POLRI, POLWAN GANJEN TUKANG BERGUNJING

Baru aja berniat membersihkan kepala dari kata-kata makian yang ditujukan buat para Polisi..eh...dah ada lagi pemicu yang bikin aku naik darah.

Kejadiannya baru aja terjadi...



Gini lho...tau kan kalau tadi aku menghabiskan setengah hariku di Museum Polri, niatnya perasaan baik lho, selain cari data untuk ngelengkapin tulisanku, aku juga ingin "mendekati" mereka secara personal, mungkin selama ini aku benci karena aku tidak "kenal".



Saya anteng-anteng aja di perpustakaan yang bukunya gak lengkap-lengkap amat, nyantai juga ngobrol sama ibu polwan yang jadi pustakawati disana, setelah dapet beberapa bahan yang aku cari, sambil nunggu mas Anton yang lagi jum'atan, aku keliling-keliling di Museum-nya, geli ngeliat foto-foto kuno para Mantan Kapolri kita, dengan kumis-kumis yang aduhai gedenya, dan slogan-slogan mereka yang bombastis...he he he he.. aku bilang bombastis karena dari dulu sampai sekarang kualitas Kepolisian kita gitu-gitu aja. Gak jauh-jauh dari DUIT.



Kelar muter-muter, saya jelas laper dan haus, apalagi berlama-lama di perpustakaan yang -entah gak ber-AC atau AC-nya mati-puanassss poool pasti bikin banyak berkeringat, dan karena saya gak mau dehidrasi saya langsung melesat secepat kilat ke kantin Museum.. Errrr.....jus jambu kayaknya enak niiih... Gleksz.



Setelah basah tenggorokan..atau...kerongkongan ya?...whatever lah.. aku duduk manis nunggu mas Anton jemput, sambil kembali buka-buka situs jejaring sosial,yaaaah...barangkali ada penggemar yang harus aku balas sapaannya getoooh...secara aku kan gak mau dibilang sombong.

Di meja depanku ada 3 polwan muda yang sedang ngobrol setelah makan siang, dan seperti layaknya cewek-cewek muda..eh..polwan juga cewek kan? mereka sibuk tebar pesona ke polisi-polisi (yang ini jelas cowok) muda yang duduk di meja sebelah aku, dengan tawa genit, cekikikan, suara dibikin sok imut..dan mata yang dibikin "sok genit" mereka sibuk "beraksi", walaupun kayaknya polisi cowoknya cuek aja tuh...gyahahahahahahha...(kasian deh lw Polwan....!!!!)





Eng...ing...eng....this is the moment everyone...

hold your breath....





Tiba-tiba pembicaraan terhenti, tatapan 3 pasang mata (dari tiga orang Polwan tentu saja) terarah pada satu titik di halaman kantin museum..... Sesosok laki-laki dengan jaket kulit hitam, motor Ninja biru 250 cc...dan ini percakapan mereka :



Polwan A : Wow..ada cowok ih....

Polwan B : Motornya keren...coba kita liat...orangnya keren nggak yaa?

Polwan C : Bentar lagi juga dia buka helm-nya..



Polwan B : Wakakakkakak...buka helm-nya lama banget,jangan-jangan dia mukanya rata.

Polwan A : Paling kayak Sule..

Polwan B : huwahahahahahahhaha...

polwan C : mukanya pasti jerawatan..

Polwan B : brewokan...

Polwan A : bauuu

Polwan B : huwahahahahahahaha

polwan C : Tuh orangnya buka helm



AKU : HEY ...POLWAN-POLWAN GATEL...!!!! YANG LW OMONGIN DAN LW KETAWAIN ITU LAKI GW....!

DASAR POLWAN ANJING TUKANG RUMPI...! PEREMPUAN GOBLOK GAK BERGUNA..! DAN KALAU KALIAN GAK TERIMA GW KATAIN ANJING..TUNTUT GW....!!!!

Huuuh...pengen rasanya ngegamparin cewek-cewek tolol itu...







*silent moment*



Seluruh kantin mendadak sunyi...bahkan bunyi jarum jatuhpun pasti terdengar....

Semua yang makan siang di Kantin itu polisi,tua-muda,laki perempuan...semua diam..



Jelas aku marah..enak aja ngetawain laki gw...aku lagi jatuh cinta tigaperempat modyaaar sama dia, memujanya di setiap helaan nafas, mencintainya sampai ke setiap sumsum tulangku, mendo'akannya di setiap denyut jantungku.....

Tiba-tiba aku denger dia dirumpiin polwan-polwan goblok... TIDAK BISAAAAAAAA.... (Sule Mode "ON*)



Lalu....segelas juice jambu tidak lagi mampu mendinginkan tubuhku, karena hatiku terbakar....

Grrrrrhhhhhhh.....



Jadi..buat para pembaca yang terhormat yang sengaja atau tidak , suka dan hobby ngerumpiin atau ngomongin orang (yang tentu saja dianggap gak akan denger rumpian kalian), berhati-hati...karena mungkin aja orang yang menyayangi dan memiliki hati orang itu ada deket kalian.... jangan seperti polwan-polwan itu...wooof....wooof....

Barisan Jagal (yang katanya) Utusan Tuhan

Barang siapa melihat kemunkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka ubahlah (ingkari) dengan hatinya dan itulah selemah-lemah iman (HR Muslim).



Seyakinnya, buat yang ngaku sebagai seorang Muslim, aku ngerasa bahwa kita semua pasti pernah denger atau baca kalo di dunia ini ada hadist yang seperti di atas itu. Dan buat yang kebetulan bukan Muslim, untuk tambahan informasi dan pengetahuan, aku kasih tau kalo dalam Islam dikenal terdapat sabda Nabi yang seperti itu.



Konon, hadist di atas itu adalah hadist shahih, tidak seperti hadist-hadistannya Didit Komeng, temen nongkrongku dulu.



Jadi kisahnya, aku punya temen nongkrong yang namanya Didit Komeng. Dia hobi banget nagih traktiran kalo ada anak dikost-an yang lagi ulang tahun. Biasanya si Komeng itu selalu mengirim esemes kepada calon korbannya sebagai berikut: “Barang siapa yang sedang berulang tahun maka diwajibkan kepadanya untuk mentraktir teman-temannya (HR Buhsopo dan Bukan Muslim).” Lagi-lagi, untuk tambahan pengetahuan kepada pembaca, Bukhari dan Muslim adalah 2 orang lakon ngetop periwayat hadist dari Nabi yang terkenal kevalidannya. Sedangkan Buhsopo, dalam bahasa Jawa, bisa diartikan sebagai “entah siapa”. Akibat hobi ngawurnya itu, Komeng di kalangan anak-anak kost-ku dijuluki sebagai “The Prophet” alias sang nabi.





Kembali kepada hadist shahih di atas. Ceritanya sekarang ini aku lagi terganggu sama kata-kata “tangan” di hadist itu. Aku sendiri setelah melalui perenungan 7 hari 7 malam sambil tetap menyelesaikan buku “Catatan Hukum Karni Ilyas” akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa “tangan” yang dimaksud dalam hadist di atas pastinya bukan tangan yang sebenarnya. Tangan yang dimaksud adalah sebuah kiasan kontekstual yang dapat diartikan sebagai “tindakan”, seperti biasanya kalo aku lagi nggaya yang suka berujar, “Sini, biar kutangani aja. Dan meskipun aku sendiri sebenarnya sudah tidak layak untuk heran, aku tetap saja nekat memutuskan untuk heran ketika tahu bahwa di luar sana masih banyak pihak-pihak ekstrimis anarkhis yang menerjemahkan kata “tangan” itu sebagai tangan yang sebenarnya, yang merupakan bagian tubuh manusia.



Dengan penerjemahan versi mereka itu, mereka merasa bisa bebas berlagak menumpas segala bentuk kemaksiatan di muka bumi dengan brutal.Kalo ada yang mereka anggap "menistakan agama", kalo ada sekelompok pemuda yang kedapatan, misalnya, lagi mabuk-mabukan, main-main di tempat pelacuran, mereka merasa tangan mereka wajiblah digunakan untuk mengayunkan pentung kepada para terdakwa tersebut. Dalihnya biasanya, “Salahnya mereka. Sudah dinasehati masih aja ngeyel. Kalo nggak dihajar mereka nggak bakalan kapok.”



Huaduh, tobaaat…



Aku ngerasa miris. Apa nggak ada tindakan lain yang lebih bijaksana ketimbang dolanan stick baseball ala Jaian itu? Apa iya kalo ngeyel berarti pentung?



Selain aku curiga kalo mereka-mereka yang ekstrim nggak pernah tahu bahwa ada kata-kata “bagimu agamamu dan bagiku agamaku” dan “tidak ada paksaan dalam beragama”, aku juga merasa kalo tindakan barbar mereka itu cuma bakal membuat orang yang dipentungi semakin antipati terhadap ajaran Islam.



Okelah mereka yang maksiat itu pada kapok. Tapi kapok apa? Menurutku mereka cuma bakal kapok kalo ketemu kaum ekstrimis itu. Mereka memang iya bakal nyingkir…selama masih ada yang rela nggebukin mereka. Tapi begitu yang nggebukin sudah nggak ada bukan nggak mungkin mereka bakal kembali ke jalan awal mereka lagi, ya tho? Kasarannya, dalam waktu dekat mereka cuma bakal pindah tempat nongkrong yang jauh dari patroli para barbar itu dan kembali melanjutkan hobi mereka.



Aksi kekerasan cuma bakal mengundang kekerasan berikutnya, Bos. Yang aku tahu (dan juga orang lain pada umumnya), aku sendiri kalo disikat duluan sama orang pasti bakal spontan berusaha membalas. Tidak cukup dengan tindakan setimpal, kalo aku dipukul, selain balas memukul, aku bakal menambahkan bonus tendangan, sikutan, cakaran, cekikan, dan bantingan kepada manusia yang nekat nyari gara-gara sama aku itu (dengan catatan kalo musuhku tidak memiliki postur yang jauh lebih besar daripada aku. Kalo lebih besar, ya aku lebih memilih untuk kabur dan kemudian merencanakan suatu pembalasan dengan karakter coming from behind . Jacky Chen mode "ON".



Aku juga khawatir kalo aksi brutal tersebut pada akhirnya menimbulkan efek ketergantungan. Niatan awal untuk memberantas maksiat perlahan-lahan berubah menjadi suatu ketagihan. Misalnya aja ada seorang oknum kaum ekstrimis yang setiap Sabtu malam terbiasa beraksi sebagai seorang dark-knight. Suatu Jumat boleh jadi dalam hatinya dia berpikir, “Siapa lagi ya yang besok harus kugebukin?”. Artinya, di alam bawah sadarnya dia berharap kalo besok Sabtu dia harus kembali makan korban, dan bukannya berharap semoga tidak ada lagi yang melakukan hal maksiat yang menyebabkan dia harus mengayunkan stick baseball-nya. Parah…



Dialog persuasif kupikir bakal lebih efektif. Kalo misalnya pada saat itu yang dinasehatin lagi ngeyel, bukan berarti saat itu juga dia harus dibantai di tempat. Nabi sendiri tidak lantas memenggal Ikrimah bin Abu Jahal di medan perang, kan? Justru karena kesabaran Nabi pada akhirnya Ikrimah rela mengikuti Nabi, setidaknya itu yang aku tahu.



Nasehat pelan-pelan bakal lebih berguna dan membekas, Bos... Bukannya kelembutan melahirkan kerelaan, dan kekerasan melahirkan keterpaksaan? Apa gunanya aku bisa mendapatkan tubuhnya Antonio Banderas via kekerasan tapi tidak bisa mendapatkan hatinya? Kalo memeluk suatu agama aja tidak boleh berlandaskan paksaan, tentunya menjalankan ajaran agamanya adalah suatu hal yang lebih tidak boleh dipaksa, kan?



Analoginya, ketika main video-game kita tidak dipaksa untuk memilih judul video game apa yang harus kita mainkan. Ketika memilih judulnya aja nggak dipaksa, apa bisa dibenarkan ketika kemudian ada paksaan untuk menamatkan isi video-game itu? Kalo yang level 1 aja tidak harus diselesaikan, lebih-lebih yang level 2-nya, tho?



Aku mengartikan “tangan” itu sebagai “tindakan”. Dan tindakan itu bisa diaksikan dengan cara yang putih, bisa juga yang hitam, bisa juga antaranya, tergantung mana yang lebih efektif dan efisien. Tapi dalam konteks sekarang ini, menurut pertimbanganku berdasarkan faktor psikologis, tindakan ala barbar bukanlah sebuah solusi yang efektif untuk jangka panjang. Yang jelas, kata “tangan” tidaklah pernah kuartikan sebagai ketika aku melihat seseorang yang sedang mabuk-mabukan, tangan kananku harus kugunakan untuk merebut botol vodka dari tangan orang itu dan kemudian kugunakan untuk mementung kepalanya. Yeah, siapa tahu aja yang kutemui kebetulan sedang minum cognag, bukan vodka :)



Aku ingat sebuah cerita tentang seorang alim yang sedang jalan-jalan dengan santri-santrinya. Ketika sampai di pinggir kali, seorang santri melihat sebuah perahu yang sedang ditumpangi oleh segerombolan tukang maksiat. Demi melihat hal, si santri langsung berujar ke sang orang alim tersebut, “Bos, doamu, kan, mujarab. Mbok situ berdoa supaya perahu itu tenggelam. Jadinya biar para tukang maksiat itu mampus dan nggak bakalan bisa maksiat lagi di dunia.”



Tapi bukannya berdoa sesuai permohonan si santri, sang orang alim malah berdoa supaya semua orang yang ada di perahu besok pada masuk surga. Kontan si santri protes. “Bos, ente sarap, ya? Orang-orang model kayak mereka, kok, malah didoain pada masuk surga?” demo si santri.



“Ngene yo, Le… Kalo aku ndoain mereka masuk surga, ya itu berarti aku ndoain supaya mereka berubah jadi orang baik. Kowe lak yo wis ngerti, tho, syaratnya masuk surga itu apa?” jawab sang orang alim. Alhasil si santri cuma bisa mingkem.



Astaga, aku (pura-puranya) terharu. Aku sendiri belum bisa bertindak semulia itu. Tapi seandainya para kaum barbar yang mengaku berusaha menegakkan ajaran Tuhan di dunia itu bisa mengambil sedikit hikmah dari cerita di atas, aku yakin antipati dunia terhadap Islam yang dicap sebagai agama kekerasan bakal berkurang dan boleh jadi nggak bakal ada lagi karikatur bergambar Nabi Muhammad yang lagi nenteng-nenteng bom.



Masih ingat film “FITNA”nya Greet Wilder (salah nggak ya aku nulis namanya?)? . Setelah baca-baca literatur dari berbagai sumber, aku jadi tau kalo film itu – konon katanya – menggambarkan Islam sebagai agama yang penuh dengan kekerasan, penebar kebencian, pecinta darah dari berbagai golongan (entah itu golongan darah A, B, AB, atau juga O). Tentu saja hal macam gituan bikin panas orang-orang Islam. Yang agak pinter masih bisa bereaksi nenang-nenangin diri sambil berusaha cuek. Tapi yang goblok – dan ini celakanya. Masih banyak orang Islam yang goblok di Indonesia – langsung bereaksi spontan kepengen membalas perbuatan itu dengan cara seperti yang dituduhkan di film itu. Idiot!!!



Eee… “Fitna” itu adalah salah satu contoh dakwaan terhadap islam sebagai pelaku kekerasan, lha, kok sekarang malah pengen nunjukin kalo apa yang dituduhkan itu ternyata benar? Dasar bego! Orang itu otaknya di dengkul sebelah kiri atau sebelah kanan, ya?



Ini, kan, sama aja kayak kalo misalnya ada yang memaki aku, “Fan, kampret kowe! Jadi manusia, kok, bisanya cuma misuh aja? Mulut nggak ditata! Mau jadi apa kamu nanti ?!”



Maka aku pun menjawab, “Heh! Laknat kowe! Berani-beraninya kamu ngomong kayak gitu, dasar anak haram! Apa buktinya, babi?! Ngomong itu dipikir dulu, kadal bercula! Mbahmu salto, berani-beraninya bilang aku suka misuh. Dasar anak lonte, nenekmu perek, adikmu sundal, bapakmu germo! Anjing sampeyan! Biawak! Telek kecoak! Bunglon bunting! Muka kayak gorila beraninya nuduh aku yang bukan-bukan. Dasar kuda nil, monyet sinting, komodo, dinosaurus, masthodon, pterodactyl, triceratops, harimau sabretooth, tyranosaurus-rex!!!”



Lha, baca, nggak? Aku lagi dituduh suka misuh. Dan demi membela harga diri ternyata aku malah misuh. Justru menunjukkan sebuah kebenaran dari apa yang tadinya hendak kita sangkal. Apa nggak goblok kuadrat itu namanya? Untunglah aku nggak segoblok itu. Alhamdulillah…



Ada oknum ekstremis yang mau mencap aku sebagai manusia goblok? Silakan aja, aku sudah biasa.

Aku Kena Santet Sindroma Males Nge-Blog?????

Apa yang paling menarik dari ngeblog?



Buatku, itu bukan saat kita nulis, terus banyak yang urun komentar, yang isinya muji tulisan kita.



Bukan. Bukan itu. Sungguh mati!



Buatku, yang paling menarik dari ngeblog itu justru ketika menghadapi kenyataan bahwa aku dimaki-maki dan dihujat orang gara-gara tulisan yang kubuat.



Memutar otak dan memikirkan gimana caranya menyerang-balik komentar mereka itu benar-benar menarik. Memacu adrenalin. Merangsang otakku bekerja memikirkan “balasan yang setimpal” itu benar-benar menyenangkan. Masturbasi otak dan pikiran yang menyenangkan....Aku menikmati prosesnya .



Akhir-akhir ini, sejak beberapa bulan yang lalu, kayaknya aku terserang sindrom malas ngeblog. Aku jadi mulai malas nulis hal-hal yang kurasa remeh-temeh yang padahal dulu biasanya sering kutulis, semacam habis belanja buku apa, habis njajal tempat nongkrong baru di mana, habis mbaca tulisan orang lain di blognya terus kemudian ku-review, habis belajar hal baru yang macam bagaimana, atau juga habis gelap terbitlah terang.



Iya, aku lagi terserang sindrom kebosanan yang aneh. Aneh karena jaman dulu pas masih punya bayi kecil aku justru sering nulis. Tapi entah kenapa dan entah bagaimana prosesnya, akhir-akhir ini aku malah jadi malas habis-habisan, justru setelah aku jadi pengangguran. ..he he he...Jangankan nulis hal-hal yang waktu ngerancang kerangka tulisannya aja butuh pemikiran, wong nulis hal remeh kayak yang ta’contohkan di atas itu aja aku malasnya bukan main.



Ta’pikir-pikir mungkin ini gara-gara aku harus ngurus beberapa blog yang kubikin sendiri. Dulu aku bikin macam-macam blog niatnya di samping memang mencoba (sok) berbagi dan (sok) berbaik hati, aku kepengen dapat duit juga dari kegiatan ngeblog ini. Jadilah aku mulai bikin macam-macam blog, sampe akhirnya memutuskan hosting sendiri supaya pendapatanku lewat money-blogging jadi lebih optimal.



Tapi mungkin gara-gara frustasi gara-gara pendapatanku lewat blog nggak signifikan hasilnya, jauh dari yang kubayangkan, aku malah jadi malas. Niat awal yang kepengen menjadikan money-blogging cuma sebagai sebuah konsekuensi dari tujuan awalku ngeblog pelan-pelan malah merembet mengganggu tujuan awalku sendiri itu tadi.



Oke, kita bahas 1 demi 1:



Setelah karir awalku yang ngeblog di layanan gratisnya Wordpress yang sekedar untuk menyalurkan hasrat misuh-misuhku lewat tulisan, aku mulai tergoda untuk bermain-main dengan iklan semodel AdSense atau yang lainnya demi mengeruk kekayaan. Hasilnya aku kepikiran untuk bikin blog baru di Blogspot yang isinya mbagi-mbagiin kumpulan ebook-ebook yang kukumpulin sepanjang hidup (kebanyakan tentang sosial dan politik) untuk didonlot secara gratis.



Aku bikin akun di Blogspot karena di situ bisa masang Javascript, sedangkan di WordPress yang gratisan nggak bisa. Javascript itu yang nantinya bakal menampilkan iklan-iklan dari AdSense dan layanan iklan lainnya.



Tapi akhir-akhir ini aku mulai malas juga dengan prosesnya. Aku harus bikin skrinsyut ebook yang bakal kuposting via Photoshop yang lumayan makan waktu, ngaplot ebook-nya sendiri, baru kemudian skrinsyut dan ringkasannya itu kupajang di blogku. Rasanya, kok, ya malas banget menggadaikan waktu seperti itu. Kayaknya lebih baik menggadaikan BPKB sepeda motor di pegadaian, deh. Uangnya juga lebih cepet datangnya. Maka jadilah blog yang itu jarang diapdet.



Yang kedua, ngatur settingan di panel admin akun AdSense-ku sendiri juga bikin males. Aku harus bikin space iklan yang warnanya senada dengan tampilan blogku supaya iklan yang kutampilkan nanti warnanyanya nggak norak, amatiran, dan nabrak dengan warna dominan di blogku.



Itu baru 1 akun di AdSense, belum di layanan iklan yang lainnya

Maka gara-gara malas direpotkan dengan hal yang terakhir barusan, aku yang juga bikin back-up tulisan-tulisan lamaku di WordPress-ku yang dulu lalu kemudian kupajang di alamat blog baruku yang lain juga malah jadi malas ngurusin blog itu dan tampilan iklannya. Padahal dulu niatku bikin back-up tulisan lamaku itu adalah karena aku ngerasa sayang kalo tulisan lamaku yang masih rame dibaca orang itu nggak kepake buat menghasilkan duit.



Tulisan lamaku itu masih sering disasar orang via search engine. Jadinya aku sempat kepikiran, wah, kupindah aja, deh. Di WordPress gratisan, kan, nggak bisa masang Javascript. Kalo tulisanku itu kupindah di hostinganku sendiri, terus kupasangin iklan, terus orang pada mbaca di situ juga, siapa tau aja pendapatanku dari iklan juga lumayan.



Tapi ternyata aku masih sering keceplosan. Tiap kali bikin tulisan baru di blog ini yang isinya ada yang mengandung rujukan ke tulisanku di blog yang lama, aku malah membuat rujukan berupa hyperlink yang menuju ke tulisan di blogku yang lama juga, bukan di blog back-up-annya yang baru.Alhasil,blogku yang dibuat belakangan itu nggak pernah ditengok orang, rangkingnya di search engine nggak naik-naik gara-gara jarang sekali disambangi manusia. Ah... Jindal!



Aku juga sibuk ngadminin blog-nya Mas Anton dan Law Firm-nya, meskipun itu proyek joinan sama Mas Anton tercinta, lama-lama aku ngerasa kalo aku, kok, ya cuma kerja sosial tanpa dapat apa-apa. Jahat dan egois, ya? Makanya blog itu kupasangin AdSense buat ndongkrak semangatku supaya rajin ngurusin blog itu. Tapi, duh, Gusti, harus ngurusin script-script untuk AdSense-nya lagi-lagi membuatku kembali malas.



Terus, aku masih punya 1 blog lagi yang dulu niatnya buat majang tulisanku seputar cerita tentang wayang golek khas sunda. Tapi ternyata aku juga malas nulis cerita tentang wayang seperti yang dulu pernah ta’rencanakan. Ealah… Padahal dulu aku sempat punya tujuan (sok) mulia buat memasyarakatkan kembali cerita-cerita wayang ke anak muda-anak muda (Sunda) yang jaman sekarang ini justru buta pada kesenian dan falsafah warisan leluhurnya.



Blog itu sendiri akhirnya belum pernah kutulisi cerita apa-apa. Kosong. Aku sendiri rencananya baru mau ngadain soft opening kalo di blog itu sendiri sudah ada cerita wayangnya walau Cuma sebiji.



Ning yo meh piye meneh? Aku sendiri heran kenapa aku bisa malas banget sekarang ini; justru jarang nulis saat kerjaanku nggak banyak. Passion ngeblognya serasa sudah nggak ada gara-gara kebayang duluan sama capeknya. Padahal sebenarnya jauh di lubuk hati yang paling dalam aku sering banget kepengen nulis. Tiap nongkrong di toilet, di otakku sering tersusun kerangka-kerangka tulisan buat kutulis di blogku. Tapi entah kenapa ketika nantinya aku sudah duduk di depan komputer mendadak aku langsung jadi tiada gairah lagi.



Pembaca yang dirahmati Allah, apakah ada kemungkinan kalo aku ini kena santet, ya? Atauperlu di restart kali ya saraf2 di otak yg ngurusin mood ngeblog.....? Gyahahahhahaahahaha... *lebay.com* Jika iya, mohon doanya supaya aku cepat terbebas dari santet yang merubungku ini. Jikapun tidak, aku tetap minta doa supaya aku nggak kena santet dan semangatku bisa kembali seperti dulu. Mau ya? Ya? Ya? Ya? Iya, deh.

Smartphone For Stupid Users

Awalnya adalah ide untuk membuat segalanya jadi lebih praktis. Gimana caranya agar bermacam hal bisa dikerjakan dengan satu gadget saja? Gimana caranya supaya bisa internetan tanpa harus bawa desktop ke mana-mana? Untuk alasan-alasan inilah sejumlah orang pintar menciptakan smartphone alias telepon pintar.



Smartphone lalu menjadi kebutuhan primer banyak orang. Ada banyak alasan dan tujuan berbeda yang mendorong orang memiliki smartphone. Alasan paling umum adalah supaya bisa ngecek email dan internetan kapanpun. Ada juga yang menggunakannya untuk blogging, memotret dan bermain game.



Nggak dipungkiri, smartphone membuka komunikasi via berbagai saluran. HP pertama saya beberapa tahun lalu cuma bisa dipakai SMS-an dan bertelepon, fungsi-fungsi dasar dari sebuah ponsel. Sekarang? Kita bisa email, Skype-an, instant messenger dan twitter-an hanya dengan sebuah gadget saja. Semakin pintar telepon, semakin mudah kita terhubung dengan orang lain.



Maka lalu jadi aneh kalau smartphone malah membuat penggunanya lebih susah dihubungi. Entah karena ybs lebih suka dihubungi via YM dibanding telepon, atau orang lain yang bikin hal gampang jadi susah. Adanya fitur-fitur canggih di smartphone kan sesungguhnya hanya melengkapi saja & membuatnya lebih powerful tanpa menghilangkan fungsi dasar ponsel: telepon dan SMS. Masa iya bisa LUPA bahwa secanggih apapun, BB bisa dipake buat teleponan..



Fanny: Mbak****** kok belum datang? Di mana sekarang?

Teman: Nggak tahu, udah gw email, BBM, buzz di YM, Gtalk nggak nyautin

Fanny: Oh. Udah telepon?
Teman: Eh iya belum..

Mungkin hanya masalah perubahan kebiasaan, gampangnya akses ke internet membuat saya dan orang-orang di sekitar lebih suka berkomunikasi via saluran internet. Selain lebih murah, kadang memang lebih cepat direspon. Sampai batas-batas tertentu memang efektif dan efisien. Namun ada kalanya kita mesti balik ke komunikasi gaya jadul: SMS atau telepon. Misalnya: butuh ngomong untuk pengambilan keputusan cepat dan kebutuhan untuk diskusi yang intens. Or simply when we need to call someone who doesn’t own any smartphone.



Tapi ada satu alasan yang agak mengenaskan dan lucu dari seorang pemilik smartphone yang susah dikontak: nggak punya pulsa. Untuk urusan ini, saya no comment.



Teman galak: Lo kenapa sih susah banget dihubungi?

Pemilik smartphone: E sorry tadi BB gw sempet lowbat.

Teman galak: Terus kenapa nggak nelepon gw balik?!

Pemilik smartphone: Eeerr.. gw YM lo sih, nggak ada pulsa.

Teman galak: Apa? Belum beli pulsa juga? You know what, you’re not rich enough to own a BB tau nggak?

jadi inget omongan temen yang tajem juga.. dia bilang ke temen gue yang pake smartphone cuman buat gaya-gayaan, aslinya cuman di pake sms ma tlp doank.. giliran di tanya kalo buat BBM dia malah balik nanya.. lalu dengan lugas teman saya bilang ke orang itu “Smart Phone, Stupid User”



Saya pernah baca artikel kalo salah satu perusahaan telepon genggam di Inggris sedang memproduksi telepon genggam sederhana alias kembali ke fungsi asalnya, hanya bisa sms dan telpon. Jadi ga ada layar sentuh bahkan tidak ada layarnya sama sekali, hanya tombol2 angka dan microphone, dan untuk phonebook-nya disediakan pensil dan kertas di balik telpon tersebut untuk mencatat nomor2 telpon Di saat smartphone merajalela ternyata ada orang yg sudah “muak” alias “cape” dengan kekompleks-an yang ada, hehehe…



Jadi inget percakapan di salah satu film drama korea yang intinya

“orang yang menggunakan barang canggih/terbaru adalah seorang amatir”



Saya keselek.

Inilah Indonesia Saudara-saudara (part.2)

Masih lanjutan kejadian di hari Kamis kemarin....

Di ruang sidang sebelah dijadwalkan sidang pembacaan putusan untuk Ibu Arga, Bank Century..tau kaaaaann...? itu lho yang anaknya blogger juga seperti aku, dan tereak-tereak di blog dan twitter-nya sampai jadi trending topik.

Tapi bukan kasus itu yang mau aku bahas di tulisanku yang ini...



Karena kasus Bu Arga itu "kasus besar" ditangani oleh kantor hukum "besar", sidang itu di ekspose besar-besaran oleh media. Dan tau dong apa yang terjadi kalau seseorang tau dirinya (dan kawanannya tentunya) akan diekspos oleh media? Yupz...dandan super heboh...gyahahahhahaha....



Dan kumpulan pengacara dari kantor hukum "besar" dan katanya "hebat" itu dress up habis-habisan layaknya foto model yang dapet tugas negara buat megal megol di catwalk. :)



Diantara mereka ada yang memang dasarnya keren.. (maaf ya Sayang...but that's the truth), ada yang "sok" keren. dan ada juga yang pengen keren tapi malah tampil menggenaskan..he he he.



Aku, sebagai wanita dan manusia normal (eh..bener gak sih gw normal..?) tentu saja melirik dan mengagumi mahluk Tuhan yang keren (maaf lagi ya Sayang he he he).



Mari kita mulai laporan pandangan mata.. ( mataku tentu saja )



Ada seorang junior lawyer kayaknya...masih muda ,tampan, bajunya ok..rambut ok, wah pokoknya calon mantu idola para ibu deh...tapi OMG ( Oh My God doooong artinya) kaos kakinya bolong di bagian tumit, dan terlihat saat dia melangkah.. Hmmph.. not good...! .coret dari daftar most wanted



Ada lagi pengacara senior dengan dandangan supeeeerrrr heboh plus cincin dan gelang berlian segede Gaban di tangan...wakakakaakkakakak.... *bisa mancing kecemburuan sosial tuh Bos*



Dan ini....yang bikin aku gak nahan buat koment kenceng-kenceng...

Ada segerombolan pengacara dari kantor hukum tempat Bapak Pengacara Berlian, mereka masih muda-muda, sepertinya kalau dilihat dari dandanannya mereka dapet gaji yang "lumayan" besar untuk mensupport gaya berpakaian dan gadget-gadget yang ditentengnya.



Dan mereka semua merokok di ruang tunggu sidang, padahal disana sudah disediakan ruangan tertutup dari kaca yang disediakan khusus buat para perokok itu merokok. Jelas sekali tulisan di dinding luar ruang sidang itu "Dilarang Merokok".... Eh..mereka seenaknya saja merokok diluar ruang khusus buar merokok...



Nah Saudara-saudara sekalian...jika anda (amit-amit jabang bayiiiiiii) terpaksa harus berurusan dengan HUKUM dan anda membutuhkan pengacara untuk membela hak-hak anda, apakah anda mau menyewa seorang atau segerombolan pengacara,lawyer, attorney at law, advokat..atau apa kek sebutannya yang bahkan tidak mengerti,memahami, menghormati, dan mentaati peraturan sepele seperti "Dilarang Merokok"?



Wong hukum dan aturan yang sepele aja mereka abaikan koq....gimana mau mentaati aturan lain yang lebih besar?

Kalau aku sih ogaaaaah punya lawyer dongo yang bahkan gak bisa baca dan nggak ngerti arti kata "DILARANG MEROKOK"

Sorry sorry aja kalau aku harus menggadaikan kebebasanku dan tentu saja kelanjutan nasibku dimuka hukum ditangan pengacara seperti itu...



*the final show*



Ups....tiba-tiba dari ujung ruangan muncul serombongan murid Hogwarts, (Harry Potter and Friends?)...eh bukan ding...mereka HAKIM karena pake jubah hakim alias TOGA bukan seragam Hogwarts..he he he he.... dan tau gak seeehhh.....OMG (lagi) MEREKA MEROKOK juga saudara-saudara...diruangan yang nyata-nyata ditulisi kalimat "DILARANG MEROKOK" dan disediakan tempat khusus buat merokok. !??!!!^%##$%^&**(((:">>


*speechless*



What's On Your Mind after you read this....?