English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Rabu, 25 November 2009

liberalisasi

Setelah Perang Dingin berakhir, Barat memiliki pandangan dan kebijakan khusus terhadap Islam. Di masa Perang Dingin, Komunisme dianggap sebagai musuh utama, sehingga seringkali Barat bersama-sama dengan Islam menghadapi komunisme, seperti yang terjadi di Afghanistan.
Tetapi, setelah komunis runtuh, Barat harus menetapkan musuh baru, sebagai pengganti komunisme.

Maka, para aktivis neo-konservatif (kalompok Kristen fundamentalis, Yahudi sayap kanan, politisi Republik, dan ilmuwan neo-orientalis), berhasil menjalankan agenda internasional pasca Perang Dingin.

4. Faktor Asing
Karena Islam dipandang sebagai ancaman potensial bagi Barat, atau Islam dipandang sebagai isu politik potensial untuk meraih kekuasaan di Barat, maka berbagai daya upaya dilakukan untuk ‘menjinakkan’ dan melemahkan Islam. Salah satu program yang kini dilakukan adalah dengan melakukan proyek liberalisasi Islam besar-besaran di Indonesia dan dunia Islam lainnya. Proyek liberalisasi Islam ini tentu saja masih menjadi bagian dari ‘tiga cara’ pengokohan hegemoni Barat di dunia Islam, yaitu melalui program Kristenisasi, imperialisme modern, dan orientalisme.

David E. Kaplan menulis, bahwa sekarang AS menggelontorkan dana puluhan juta dollar dalam rangka kampenye untuk – bukan hanya mengubah masyarakat Muslim – tetapi juga untuk mengubah Islam itu sendiri. Menurut Kaplan, Gedung Putih telah menyetujui strategi rahasia, yang untuk pertama kalinya AS memiliki kepentingan nasional untuk mempengaruhi apa yang terjadi di dalam Islam. Sekurangnya di 24 negara Muslim, AS secara diam-diam telah mendanai radio Islam, acara-acara TV, kursus-kursus di sekolah Islam, pusat-pusat kajian, workshop politik, dan program-program lain yang mempromosikan Islam moderat (versi AS). (Washington is plowing tens of millions of dollars into a campaign to influence not only Muslim societies but Islam itself…The white house has approved a classified strategy, dubbed Muslim world Outreach, that for the first time states that the US has a national security interest in influencing what happens within Islam… In at least two dozen countries, Washington has quietly funded Islamic radio, tv shows, coursework in Muslim schools, Muslim think tanks, political workshops, or other programs that promote moderate Islam).

Salah satu LSM asing yang sangat aktif dalam menyebarkan paham liberalisme dan pluralisme agama di Indonesia adalah The Asia Foundation (TAF). Untuk menanamkan paham dan nilai-nilai inklusif dan pluralis di kalangan Muslim Indonesia, TAF telah mendukung berbagai kelompok berbasis Muslim sejak tahun 1970-an. TAF saat ini mendukung lebih dari 30 LSM yang mempromosikan nilai-nilai Islam yang dapat menjadi basis bagi sistem politik demokratis, non-kekerasan, dan toleransi beragama. Dalam bidang pendidikan warga kewarganegaraan, HAM, dan rekonsiliasi antar-komunitas, kesetaraan gender, dan dialog antar-agama, TAF juga bekerjasama dengan LSM-LSM tersebut untuk mempromosikan Islam sebagai katalisator demokratisasi di Indonesia. Program-program itu mencakup training bagi pemuka agama, studi tentang isu-isu gender dan HAM dalam Islam, pusat-pusat advokasi wanita, dan sebagainya.

Organisasi-organisasi di Indonesia yang diberikan pendanaan oleh The Asia Foundation, diantaranya:

- Yayasan Desantara (Pluralisme agama, penerbit Majalah Syir’ah)
- Lembaga Studi Agama dan Demokrasii (Elsad) – (Pluralisme Agama dan Demokrasi)
- Fahmina Institute - (Pluralisme Gender equality)
- Indonesia Center for Civic Education - Demokrasi
- International Center for Islam and Pluralism (ICIP) - (Pluralisme agama)
- Indonesia Conference on Religion and Peace – (ICRP) (Pluralisme agama)
- Institut Arus Informasi (ISAI) – (Pluralisme dan Jurnalisme)
- Jaringan Islam Liberal (JIL) – (Liberalisasi Pemikiran)
- Paramadina – (Pluralisme agama)
- Pusat Studi Wanita – UIN - (Gender equality)
- Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ) - (Gender equality)
- Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) – (Penerbitan buku-buku pluralisme)
- Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdhatul Ulama (Pluralisme Agama, dekontsruksi syariah )
- Pusat Studi Agama dan Peradaban Muhammadiyah (Pluralisme Agama)
- Dan puluhan LSM serta organisasi sejenis lainnya.


Kebijakan untuk mengubah kurikulum dan pemikiran Islam juga pernah diungkapkan oleh Menhan AS, Donald Rumsfeld. Dengan alasan membendung arus terorisme, Donald Rumsfeld, pada 16 Oktober 2003, meluncurkan sebuah memo:

“AS perlu menciptakan lembaga donor untuk mengubah kurikulum pendidikan Islam yang radikal menjadi moderat. Lembaga pendidikan Islam bisa lebih cepat menumbuhkan teroris baru, lebih cepat dibandingkan kemampuan AS untuk menangkap atau membunuh mereka. (Harian Republika, 3/12/2005).

Maka, dengan dukungan dana yang besar-besaran, AS dan sekutunya, serta kaki tangannya di Indonesia, berupa LSM-LSM asing, kemudian melakukan program perubahan dan penghancuran pemikiran Islam secara besar-besaran. Secara moral, mereka sebenarnya telah melakukan tindakan-tindakan yang sangat tidak manusiawi dan tidak beradab. Di tengah kemiskinan dan pemiskinan masyarakat Indonesia oleh kekuatan imperialisme global, mereka bukannya menolong Indonesia untuk mengurangi beban utangnya, atau membantu pengentasan kemiskinan dan kemajuan ekonomi, tetapi malah menyebarkan racun paham Pluralisme Agama dan penghancuran syariat Islam, di tengah-tengah masyarakat Muslim Indonesia.

Jika mereka memang bermaksud baik, seharusnya, dana mereka itu digunakan untuk membantu permodalan pedagang-pedagang kecil, mengurangi beban utang luar negeri, beasiswa anak-anak miskin terlantar, pembangunan air bersih bagi pondok pesantren, dan sebagainya, tanpa merusak aqidah dan keimanan kaum Muslim. Jika Barat penghargai pluralitas dan perbedaan antar umat manusia, mestinya mereka tidak memaksakan ideologi dan pandangan hidup mereka kepada umat manusia. Mestinya mereka menghargai keberagaman dan membiarkan umat Islam hidup dengan pandangan hidupnya dan syariatnya sendiri. Tetapi, sayangnya, Barat saat ini terlalu ketakutan terhadap Islam (Islamofobia), sehingga apa yang dilakukan oleh lembaga-lembaga asing agen Barat di Indonesia ini jauh lebih buruk dari apa yang dikerjakan oleh Belanda dan VOC di masa lalu, yang tidak ikut campur tangan dalam kurikulum pondok pesantren.

Tapi, sayangnya, ada saja sebagian kalangan umat dan lembaga Islam yang terpengaruh oleh iming-iming duniawi dari lembaga-lembaga asing yang sedang bergentayangan mencari mangsa bersama para kaki tangannya di Indonesia.

5. Liberalisasi di Perguruan Tinggi Islam
Jika Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, dan sebagainya menjadi pelopor liberalisasi Islam di organisasi Islam dan masyarakat, maka Prof. Dr. Harun Nasution melakukan liberalisasi Islam dari dalam kampus-kampus Islam. Ketika menjadi rektor IAIN Ciputat, Harun mulai melakukan gerakan yang serius dan sistematis untuk melakukan perubahan dalam studi Islam. Ia mulai dari mengubah kurikulum IAIN.

Berdasarkan hasil rapat rektor IAIN se-Indonesia pada Agustus 1973 di Ciumbuluit Bandung, Departemen Agama RI memutuskan: buku “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya” (IDBA) karya Prof. Dr. Harun Nasution direkomendasikan sebagai buku wajib rujukan mata kuliah Pengantar Agama Islam – mata kuliah komponen Institut yang wajib diambil oleh setiap mahasiswa IAIN.

Harun Nasution sendiri mengakui ketika itu tidak semua rektor menyetujuinya. Sejumlah rektor senior mentang keputusan tersebut. Tapi, entah kenapa, keputusan itu tetap dijalankan oleh pemerintah. Buku IDBA dijadikan buku rujukan dalam studi Islam. Karena ada instruksi dari pemerintah (Depag) yang menjadi panaung dan penanggung jawab IAIN-IAIN, maka materi dalam buku Harun Nasution itu pun dijadikan bahan kuliah dan bahan ujian untuk perguruan swasta yang menginduk kepada Departemen Agama.

Pada tanggal 3 Desember 1975, Prof. HM Rasjidi, Menteri Agama pertama, sudah menulis laporan rahasia kepada Menteri Agama dan beberapa eselon tertinggi di Depag. Dalam bukunya, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang ‘Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Prof. Rasjidi menceritakan isi suratnya:

“Laporan Rahasia tersebut berisi kritik terhadap buku Sdr. Harun Nasution yang berjudul Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Saya menjelaskan kritik saya fasal demi fasal dan menunjukkan bahwa gambaran Dr. Harun tentang Islam itu sangat berbahaya, dan saya mengharapkan agar Kementerian Agama mengambil tindakan terhadap buku tersebut, yang oleh Kementerian Agama dan Direktorat Perguruan Tinggi dijadikan sebagai buku wajib di seluruh IAIN di Indonesia.” 46

Selama satu tahun lebih surat Prof. Rasjidi tidak diperhatikan. Rasjidi akhirnya mengambil jalan lain untuk mengingatkan Depag, IAIN, dan umat Islam Indonesia pada umumnya. Setelah nasehatnya tidak diperhatikan, ia menerbitkan kritiknya terhadap buku Harun tersebut. Maka, tahun 1977, lahirlah buku Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tersebut.

Nasehat Prof. Rasjidi sangat penting untuk direnungkan saat ini, mengingat buku IDBA karya Harun Nasution itu memang penuh dengan berbagai kesalahan fatal, baik secara ilmiah maupun kebenaran Islam. Misalnya, tentang hadis Nabi Muhammad saw, Harun menulis : “Berlainan halnya dengan Al-Quran, hadis tidak dikenal dicatat tidak dihafal di zaman Nabi… Karena hadis tidak dihafal dan tidak dicatat dari sejak semula, tidaklah dapat diketahui dengan pasti mana hadits yang betul-betul berasal dari Nabi dan mana hadits yang dibuat-buat… tidak ada kesepakatan kata antara umat Islam tentang keorisinilan semua hadis dari Nabi.” 47

Sekilas saja mencermati kata-kata Harun tersebut jelas sangat keliru, sebab banyak sahabat yang sejak awal sudah mencatat dan menghafal hadis Nabi saw. Juga, tidak benar, bahwa umat Islam tidak pernah bersepakat tentang otentisitas hadits Nabi. Kata-kata Harun itu jelas hanya upaya meragu-ragukan hadis Nabi sebagai pedoman kaum Muslim setelah al-Quran. Sebenarnya, tidaklah benar, hadis Nabi sejak awal tidak dicatat oleh para sahabat. Prof. Musthafa Azhami, dalam disertasinya di Cambridge, berjudul “Studies in Early Hadith Literature” membuktikan proses pencatatan hadis sejak zaman Nabi, disamping proses hafalannya.

Kesalahan yang sangat fatal dari buku IDBA karya Harun adalah dalam menjelaskan tentang agama-agama. Di sini, Harun menempatkan Islam sebagai agama yang posisinya sama dengan agama-agama lain, sebagai evolving religion (agama yang berevolusi). Padahal, Islam adalah satu-satunya agama wahyu, yang berbeda dengan agama-agama lain, yang merupakan agama sejarah dan agama budaya (historical dan cultural religion). Harun menyebut agama-agama monoteis – yang dia istilahkan juga sebagai ‘agama tauhid’ — ada empat, yaitu Islam, Yahudi, Kristen, dan Hindu. Ketiga agama pertama, kata Harun, merupakan satu rumpun. Agama Hindu tidak termasuk dalam rumpun ini. Tetapi, Harun menambahkan, bahwa kemurnian tauhid hanya dipelihara oleh Islam dan Yahudi. Tetapi kemurnian tauhid agama Kristen dengan adanya faham Trinitas, sebagai diakui oleh ahli-ahli perbandingan agama, sudah tidak terpelihara lagi.” 48

Apakah benar agama Yahudi merupakan agama dengan tauhid murni sebagaimana Islam? Jelas pendapat Harun itu sangat tidak benar. Kalau agama Yahudi merupakan agama tauhid murni, mengapa dalam al-Quran dia dimasukkan kategori kafir Ahlul Kitab? Kesimpulan Harun itu jelas sangat mengada-ada. Sejak lama Prof. HM Rasjidi sudah memberikan kritik keras, bahwa: “Uraian Dr. Harun Nasution yang terselubung uraian ilmiyah sesungguhnya mengandung bahaya bagi generasi muda Islam yang ingin dipudarkan keimanannya.” 49

Tetapi, kritik-kritik tajam Prof. Rasjidi seperti itu tidak digubris oleh petinggi Depag dan IAIN, sehingga selama 32 tahun, buku IDBA dijadikan buku wajib dalam mata kuliah pengantar Studi Islam di perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia. Padahal, kesalahannya begitu jelas dan fatal. Malah, bukannya bersikap kritis, banyak ilmuwan yang memuji-muji Harun Nasution secara tidak proporsional.

Prof. Dr. Said Agil al-Munawwar, misalnya, menulis:

“Karena itu, beliau perlu diteladani oleh para intelektual maupun generasi berikutnya. Harun Nasution adalah sebagai salah seorang tokoh pembaru diantara sedikit tokoh yang ada, ia termasuk tokoh sentral dalam menyemaikan ide pembaruan bersama tokoh lainnya di Indonesia. Tokoh-tokoh elitis kaum pembaru dimaksud diantaranya; Nurcholish Madjid, Utomo Dananjaya, Usep Fathudin, Djohan Effendi, Ahmad Wahid, M. Dawam Rahardjo, Adi Sasono, Abdurrahman Wahid, Jalaluddin Rakhmat, Ahmad Syafii Ma’arif, Muhammad Amien Rais dan Kuntowijoyo…Harun sangat tepat disebut pemancang perubahan dalam tradisi akademik di lingkungan perguruan tinggi Islam Indonesia. 50

Meskipun bukan bidangnya, Prof. Malik Fadjar juga ikut-ikutan memberikan pujian berlebihan dan tanpa sikap kritis terhadap Harun Nasution:

“Usaha dan kerja keras Harun Nasution dalam pengembangan Islamic Studies di Indonesia patut dihargai. Harun seyogianya dianugerahi sebagai tokoh Islamic Studies di Indonesia.” 51

Secara kualitas dan teknik penulisan ilmiah, buku IDBA Harun Nasution itu sebenarnya juga sudah perlu direvisi total. Tapi, sekali lagi, kesalahan yang fatal itu dibiarkan saja selama 30 tahun lebih. Jika buku yang isinya mengandung ‘virus pemikiran’ itu diajarkan secara terus-menerus dalam rentang begitu lama, bisa dipahami, jika kerusakan yang diakibatkan ‘virus’ itu sudah semakin parah dan menular ke mana-mana. Entah kenapa, masalah yang serius dan separah ini sekian lama dibiarkan oleh lembaga-lembaga Islam di Indonesia. Setahu penulis, hingga kini, belum ada lembaga Islam, khususnya perguruan tinggi Islam, yang secara resmi meminta pemerintah menarik kembali buku IDBA Harun Nasution tersebut.

PENUTUP
Sebagai penduduk sebuah negeri Muslim terbesar, umat Islam Indonesia saat ini benar-benar sedang menghadapi ujian keimanan yang sangat berat. Di tengah berbagai krisis dan keterpurukan, umat Islam Indonesia direkayasa, dirusak, dan diserbu besar-besaran dengan paham-paham syirik modern dan berbagai pemikiran liberal yang membongkar habis-habisan sendi-sendi ajaran dan keyakinan umat Islam. Ironisnya, ujung tombak dari penyebaran paham ini adalah para individu, tokoh, cendekiawan, ulama, dan lembaga yang secara formal menyandang nama Islam. Tentu saja ini tantangan yang sangat berat. Sebab, para ulama dan cendekiawan yang seharusnya diamanahkan untuk menjaga agama, justru banyak yang berbalik menjadi perusak agama. Inilah zaman fitnah, zaman edan, zaman dimana yang haq dan yang bathil sudah bercampur aduk.

Rasulullah saw sudah pernah mengingatkan:

“Yang merusak umatku adalah orang alim yang durhaka dan ahli ibadah yang bodoh. Seburuk-buruk manusia yang buruk adalah ulama yang buruk dan sebaik-baik manusia yang baik adalah ulama yang baik.” (HR Ad-Darimy).

Juga sabda beliau saw:

“Termasuk diantara perkara yang aku khawatirkan atas umatku adalah tergelincirnya orang alim (dalam kesalahan) dan silat lidahnya orang munafik tentang al-Quran.” (HR Thabrani dan Ibn Hibban).

Di tengah ujian berat proyek liberalisasi Islam secara besar-besaran ini, kita berdoa, mudah-mudahan tidak banyak kyai, ulama, cendekiawan, atau mahasiswa, yang tergoda oleh berbagai bujukan dan tipuan duniawi yang ditujukan untuk menghancurkan kekuatan Islam dari dalam. Pemikiran-pemikiran yang destruktif terhadap Islam, saat ini sering dikemas dengan bungkusan yang menarik dan dijajakan oleh pengasong-pengasong yang piawai dalam bersilat-lidah dan tak jarang juga berhujjah dengan al-Quran.

Bisa dikatakan, liberalisasi Islam di Indonesia, saat ini, adalah tantangan yang terbesar yang dihadapi semua komponen umat Islam, baik pondok pesantren, perguruan tinggi Islam, ormas Islam, lembaga ekonomi Islam, maupun partai politik Islam. Sebab, liberalisasi Islam telah menampakkan wajah yang sangat jelas dalam menghancurkan Islam dari asasnya, baik aqidah Islam, al-Quran, maupun syariat Islam.

Tidak ada cara lain untuk membentengi keimanan kita, keluarga kita, dan jamaah kita, kecuali dengan meningkatkan ilmu-ilmu keislaman yang benar dan memohon pertolongan kepada Allah SWT. “Ya Allah, tunjukkanlah yang benar itu benar dan berikanlah kemampuan kepada kami untuk mengikutinya; dan tunjukkanlah yang bathil itu bathil, dan berikanlah kemampuan kepada kami untuk menghindarinya. Allahumma amin.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar