Kekerasan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terjadi lagi. Sumiati binti Salan Mustapa, yang bekerja pada sebuah keluarga di Madinah, mengalami luka bekas gunting di bagian mulutnya. Kini, dia mendapat perawatan khusus di Rumah Sakit Madina setelah mengalami rangkaian kekerasan oleh majikannya.
Majikan harus diproses hukum dan dihukum berat, tindaklanjut itu tidak bisa diserahkan pada Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia atau Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia yang memfasilitasi keberangkatan Sumiati.
Kita harus meminta semua pihak terkait menindaklanjuti serius kerjasama BNP2TKI, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Luar Negeri, dengan dipimpin kepala negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Harus ada pernyataan politik kepala negara, sebagaimana Filipina, ketika ada korban, pemimpin tertinggi bereaksi,"
�Presiden harus maju membela warga negaranya yang terancam sebagai pemenuhan amanat konstitusi untuk melindungi warga negara. "Menyangkut hak asasi warga negara, kepala negara harus melakukan lobi politik. Majikan harus ada proses hukum."
Presiden, pernah merespons bagus dalam kasus Siti Hajar, TKI yang mengalami penyiksaan bertahun-tahun di Malaysia.
Menurut dia, Presiden harus mendesak pemerintah Arab Saudi menyelesaikan masalah tersebut. Kalau tidak didesak ada kecenderungan Arab melindungi warga negaranya.
Harus ada desakan konkret, kepala negara ada respons. Ini otomatis harus dilakukan jangan berhenti pada momen politik tertentu.
Setelah itu, pemerintah juga harus mendampingi Sumiati hingga proses hukum selesai. Sebab, selama ini pemerintah hanya fokus pada pemulangan korban ke tanah air. "Pendampingan hukumnya harus sampai proses hukum selesai, agar ada efek jera bagi pelaku dan tidak terulang, agar jangan terjadi kasus serupa di masa datang,"�
Kepolisian di Madinah, Arab Saudi, belum menahan majikan yang diduga telah menyiksa pembantunya asal Indonesia. Padahal laporan atas tindak kejahatan itu sudah dilayangkan ke polisi sejak lebih dari seminggu.
Demikian ungkap seorang staf Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi, seperti yang dikutip oleh laman media Arab News, Kamis 18 November 2010. Didi Wahyudi, kepala gugus tugas layanan dan perlindungan WNI dari KJRI Jeddah mengatakan bahwa polisi setempat belum mengambil tindakan atas penganiaya Sumiati binti Salan Mustapa.
"Kepolisian Madinah sampai sejauh ini belum menahan majikan asal Saudi, meski laporan sudah dilayangan ke kantor polisi Faisaliah pada 10 November lalu," kaya Wahyudi seperti dikutip Arab News.
Sumiati sejak 8 November lalu tengah dirawat di Rumah Sakit King Fahd di Madinah. Perempuan berusia 23 tahun itu harus menjalani tindakan khusus, termasuk operasi atas sejumlah organ tubuh yang sudah rusak karena diduga dianiaya oleh majikannya.
Wahyudi mengungkapkan kepada media Saudi itu bahwa berita penganiayaan yang diderita Sumiati telah mendapat perhatian besar dari media massa di Indonesia. "Presiden Yudhoyono sendiri telah menginstruksikan Kementrian Luar Negeri Indonesia untuk menangani masalah ini secara serius dan mengirim misi diplomatik, termasuk pejabat kesehatan, ke Madinah," kata Wahyudi.
Dia menilai polisi setempat tampaknya tidak mau segera bertindak hingga usai libur Idul Adha. "Saya ingin hukum segera ditegakkan," kata Wahyudi.
Setiap tahun, lebih dari 80.000 pembantu rumah tangga asal Indonesia datang ke Arab Saudi untuk bekerja. Kini, sekitar satu juta warga Indonesia bekerja di Saudi, tiga perempat di antara mereka adalah perempuan.
Kementerian Luar Negeri akan membantu keluarga Sumiati untuk datang ke Arab Saudi agar dapat memberikan dukungan moril terhadap Sumiati, yang telah mendapat perlakukan sadis dari majikannya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan Linda Gumelar, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar, dan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Setianingsih, akan bertolak ke Arab Saudi untuk menangani masalah itu.
Penanganan TKI bermasalah menjadi agenda pembahasan utama dalam Rapat Koordinasi yang digelar bersama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
"Koordinasi rutin ini penting untuk terus memonitor TKI Bermasalah. BNP2TKI akan mengambil peran lebih besar dalam perlindungan TKI. Kita tidak ingin terus-menerus mengulang kasus-kasus seperti Saudari Winfaida," ujar Menakertrans Muhaimin Iskandar dalam keterangannya di Jakarta, Senin 27 September 2010.
Penanganan kasus TKI Bermasalah terus menjadi sorotan akhir-akhir ini setelah ada beberapa kasus kekerasan yang menimpa TKI di luar negeri. Rakor juga menyoroti secara khusus deportasi TKI tak berdokumen dari Malaysia yang terjadi setiap minggu.
"Koordinasi terpadu akan kami jalankan untuk menangani dan mengatasi TKI Bermasalah. Khusus mengenai TKI tak berdokumen, kita sedang mempertimbangkan kebijakan redokumentasi," tambah pria yang kerap disapa Cak Imin ini.
Selain itu, rakor juga mencermati pembenahan sistem penempatan dan perlindungan TKI. BNP2TKI yang memiliki tanggungjawab ini menjelaskan bahwa sistem yang sudah ada akan disempurnakan.
"Kita sudah memiliki contoh layanan satu atap di NTB yang berjalan dengan baik. Kita akan menerapkannya di daerah lain seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Utara. Dengan sistem seperti itu, TKI Bermasalah akan dapat ditekan," kata Kepala BNP2TKI Mohammad Jumhur Hidayat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar